
Jakarta – Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum RI menerima kunjungan studi dari Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang (17/11/25). Dalam sambutannya, Direktur Jenderal AHU (Dirjen AHU) Widodo menyampaikan sejumlah pesan penting mengenai transformasi digital, pembenahan tata kelola notaris, serta tantangan dan perubahan besar yang sedang dilakukan pemerintah dalam penguatan profesi kenotariatan di Indonesia.
Widodo menyatakan apresiasinya atas kehadiran para mahasiswa dan sivitas akademika sebagai “kaum cendekia di bidang kenotariatan” yang berperan penting dalam masa depan profesi notaris. Ia menegaskan bahwa kunjungan seperti ini adalah bagian dari upaya memperkuat silaturahmi dan membuka ruang dialog antara dunia pendidikan, pemerintah, dan praktisi hukum.
Widodo menjelaskan bahwa Ditjen AHU saat ini tengah melakukan transformasi digital layanan sebagai langkah menuju Good Notary Governance tata kelola notaris yang sehat, transparan, dan akuntabel.
“Semua ini untuk memastikan layanan notaris dilakukan secara profesional, bertanggung jawab, dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia memaparkan sejumlah isu strategis dalam tata kelola notaris, mulai dari pendataan notaris yang harus terus diperbarui hingga persoalan notaris yang telah wafat atau pensiun namun akta-akta atas namanya masih beredar.
“Jangan sampai ada notarisnya sudah meninggal, tapi aktanya masih hidup gentayangan. Ini yang harus kita hindari,” tegasnya.
Dirjen AHU juga menyoroti pentingnya integritas dan konsistensi wilayah bagi calon notaris. Ia mengingatkan agar para calon notaris tetap berkomitmen mengabdi di daerah asalnya, sejalan dengan kebijakan pemerataan kebutuhan notaris yang kini diperkuat oleh Menteri Hukum.
“Rezeki itu ada di mana-mana, jangan menumpuk hanya di satu wilayah,” ujarnya sambil menjelaskan bahwa beberapa daerah di Indonesia tengah mengalami kekurangan notaris secara signifikan.
Widodo turut memperkenalkan rencana besar implementasi single number untuk mahasiswa kenotariatan, mulai dari masa studi, magang, pengangkatan, hingga rekam jejak profesi. Sistem ini akan menjadi acuan dalam proses evaluasi, pembinaan, dan mobilitas notaris di masa depan. Pendataan tersebut juga akan terintegrasi dengan sistem pengawasan, sehingga pelanggaran atau sanksi dapat tercatat secara jelas.
Lebih jauh, ia juga mengungkapkan upaya Ditjen AHU dalam penertiban praktik notaris terkait akses layanan berbasis internet protocol (IP). Kebijakan ini akan memastikan notaris hanya dapat mengakses layanan sesuai wilayah kerja (SK) masing-masing, demi menghindari penyimpangan kewenangan yang selama ini kerap terjadi.
Widodo kemudian mengulas isu besar lain yaitu transparansi beneficial ownership (BO), yang saat ini menjadi perhatian nasional. Ia memaparkan berbagai kasus perubahan kepemilikan saham dan pengurus perusahaan yang terjadi tanpa sepengetahuan pemilik sebenarnya. Menurutnya, penertiban data BO tidak hanya penting bagi kepastian hukum, tetapi juga membantu lembaga pemerintah lain seperti Ditjen Pajak dan BUMN dalam mencegah manipulasi, penghindaran pajak, hingga praktik tidak sehat dalam tender.
“Beneficial ownership sangat menentukan integritas transaksi, transparansi perusahaan, dan perlindungan bagi notaris yang menjalankan tugas secara benar,” tegasnya.
Di penghujung sambutan, Widodo mengajak seluruh mahasiswa untuk menegakkan etika profesi sejak dini. Ia berharap para calon notaris tidak hanya menguasai ilmu, tetapi juga menjunjung tinggi integritas, akurasi, dan tanggung jawab dalam setiap akta yang dibuat.
“Menjadi notaris bukan hanya profesi, tetapi amanah. Jagalah profesionalitas dan marwah jabatan notaris,” pungkasnya.

Pengumuman Penting