
Mauritius - Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM Cahyo R. Muzhar bersama pejabat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menghadiri persidangan main case di Pengadilan Mauritius untuk pengajuan state immunity preliminary motion.
"Kami sebagai wakil dari Pemerintah Indonesia hadir dalam persidangan untuk mendukung upaya pengajuan state immunity sebagaimana affidavit yang telah kami tandatangani mengingat LPS merupakan lembaga negara yang dibentuk oleh Undang–Undang, bertanggung jawab kepada Presiden, dan merupakan satu–satunya regulator perbankan nasional dalam hal penjaminan nasabah bank dan asuransi,’’ kata Cahyo, saat menghadiri siding di Pengadilan Mauritius.
Cahyo menceritakan pada awal sidang, kuasa hukum para penggugat mengajukan set aside application mengingat John Liegey (Direktur dan pengendali perusahaan dalam Weston Group) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Inggris dan Wales. Kuasa Hukum Para Penggugat menyampaikan bahwa pihaknya tidak diinstruksikan oleh John Ligey untuk melanjutkan tuntutan pada perkara main case.
"Kami melihat Hakim tunggal yang mengadili perkara, Hon. Mrs. C. Green-Jokhoo menyetujui pengajuan set aside application tersebut dan dengan demikian, kemenangan ada pada pihak LPS dan Pemerintah Indonesia karena gugatan main case terhadap LPS dan sejumlah mantan pimpinan LPS gugur," ujarnya.
Dia menambahkan perkara utama telah diajukan pada tahun 2017 dan saat ini masih ditangguhkan pemeriksaannya hingga terbitnya putusan perkara contempt of court. Dalam perkembangannya, Majelis Hakim telah menyetujui untuk menggelar sidang main case secara fisik (in person) dan memberikan kesempatan kepada LPS untuk mengajukan state immunity preliminary motion pada tanggal 19 Juni 2024.
"Untuk menindaklanjuti hal tersebut, kami telah menghubungi Menteri Hukum dan HAM yang mengarahkan agar Mauritius akan dimasukkan dalam daftar negara yang akan diberikan VoA dalam Peraturan Presiden yang saat ini tengah dibahas," tambah Cahyo.
Sebelumnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengatakan proses gugatan yang diajukan oleh perusahaan investasi berbasis di Mauritius, Weston International Capital Ltd masih tertahan alias hold oleh pengadilan Mauritius. Pasalnya, perusahaan tersebut tengah tersangkut sengketa internal terkait kepemilikan.
Sementara Direktur Grup Litigasi LPS Arie Budiman menuturkan status hold diberikan sejak 2019. Setahun berlalu, belum terdapat kabar lanjutan dari perkara tersebut.
"Pengadilan Mauritius belum melakukan sidang lagi karena ada perkara lain terkait Weston International Capital. Jadi ada pihak lain yang mengaku sebagai pemilik Weston, berbeda dari pemilik yang gugat LPS," katanya.
Sebelumnya, Weston menggugat LPS sebesar US$410 juta pada 2017. Gugatan diajukan atas penjualan Bank Mutiara kepada perusahaan investasi Jepang, J Trust, yang dinilai sarat penipuan dan pencucian uang. Atas gugatan itu, LPS pun melakukan pembelaan hukum (legal defense).
"Untuk isi gugatan sendiri belum kami bahas, jadi masih eksepsi yang jelas kami akan bantah karena menurut kami itu tidak benar," ujarnya.
‘’Pada 2018, LPS telah mengajukan keberatan atau eksepsi atas gugatan Weston tersebut melalui Lipman Karas. Ia merincikan poin dalam eksepsi LPS yakni kewenangan Mauritius untuk mengadili perkara itu. LPS juga keberatan atas pemanggilan oleh pengadilan Mauritius lantaran dilakukan tanpa melalui jalur legal yakni pengadilan dalam negeri," tutur Cahyo.
Namun, setelah LPS melalui Lipman Karas mengajukan eksepsi, Weston sendiri justru tersangkut permasalahan internal. Imbasnya, pengadilan menunda proses perkara itu hingga waktu yang tidak ditentukan. Sebagai informasi, Weston pernah masuk dalam daftar investor yang ikut menawar Bank Mutiara pada 2013 lalu.
"Kami belum tahu sampai kapan, tapi kami masih terus mengikuti prosesnya karena hold bukan berarti berhenti namun masih menunggu sidang berikutnya," paparnya.
Sederet nama petinggi LPS maupun pejabat yang menduduki posisi penting di Bank Mutiara kala itu digugat oleh perusahaan investasi tersebut. Nama-nama yang digugat Weston, antara lain Kartika Wirjoatmodjo yang saat penjualan menjabat sebagai Kepala Eksekutif LPS (saat ini Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara), Kepala Eksekutif LPS saat ini Fauzi Ichsan, Komisioner Bank JTrust Indonesia Ahmad Fajar (dulu menjabat Direktur Utama Bank JTrust).