
Bali – Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Cahyo R Muzhar mengatakan, sepanjang periode tahun 2023 tercatat sebanyak 654 (enam lima puluh empat) permohonan PKPU. Statistik tersebut menunjukkan adanya sedikit peningkatan permohonan PKPU dibandingkan pada periode tahun 2022 yaitu sebanyak 566 (lima ratus enam puluh enam) permohonan. Sementara itu, permohonan kepailitan periode tahun 2023 tercatat menurun di angka 95 (sembilan puluh lima) dibandingkan periode tahun 2022 yaitu sebanyak 104 (seratus empat) permohonan.
“Merujuk pada data statistik tersebut, tingginya angka permohonan khususnya PKPU ada beberapa perspektif”, kata Cahyo saat memberikan keynote speech pada acara Pelatihan dan Ujian Sertifikasi Kurator dan Pengurus Himpunan Kurator dan Pengurus Indonesia (HKPI) Angkatan X Tahun 2024, secara daring, Bali (20/5/23).
Pertama, Cahyo menyebut pelaku usaha terdampak pandemi Covid-19 masih belum sepenuhnya pulih, dikarenakan mereka tengah berusaha namun cenderung cukup berat sehingga harus masuk dalam PKPU.
“Kedua, forum PKPU pada dasarnya dipercaya pelaku usaha sebagai forum yang berkepastian, cepat, dan terukur untuk melakukan restrukturisasi utang”, lanjutnya.
Lebih jauh dirinya menjelaskan, PKPU menjadi forum yang paling di pilih karena sejatinya merupakan forum negosiasi dalam rangka restrukturisasi utang bagi Debitor dan Kreditor. Lembaga ini mempunyai fungsi yang salah satunya untuk membantu pelaku usaha khususnya Debitor yang mengalami masalah keuangan akibat terkendalanya usaha yang dijalani sehingga menyebabkan kesulitan untuk memenuhi kewajiban utangnya kepada para Kreditor.
“Bagi Kreditor, PKPU menjadi forum untuk “mengingatkan” Debitor untuk menyelesaikan utang piutangnya secara damai melalui mekanisme restrukturisasi utang”, ujarnya.
Reformasi hukum kepailitan merupakan suatu tuntutan ditengah keseriusan pemerintah dalam rangka mendukung peningkatan kemudahan berusaha. Pemerintah terus melakukan langkah percepatan dalam rangka reformasi hukum kepailitan melalui perubahan atas Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, untuk kepentingan dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif, sangat diperlukan perangkat hukum yang mendukungnya.
Dengan demikian, prinsip dari PKPU adalah upaya hukum yang dapat dijadikan pilihan oleh para Kreditor ataupun Debitor yang diberikan oleh Undang-Undang Kepailitan dan PKPU melalui putusan hakim pengadilan niaga di mana pihak Kreditor dan Debitor memperoleh kesempatan untuk bermusyawarah mengenai cara-cara pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu dapat melakukan restrukturisasi utangnya, mengundang investor baru, maupun langkah terbaik lainnya yang disepakati dalam sebuah rencana perdamaian.
“Kita dapat sama – sama belajar bagaimana forum PKPU sangat efektif menjadi jalan restrukturisasi utang piutang, misalnya dalam PKPU Garuda Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa Garuda Indonesia telah beberapa kali dimohonkan PKPU oleh kreditornya”, terangnya.
Cahyo juga menyebut Balai Harta Peninggalan selaku Kurator Negara memiliki peran lembaga pemerintah (Kementerian Hukum dan HAM) sebagai regulator, efektifitas dan transparansi dalam penyelesaian perkara kepailitan melalui sistem informasi kepailitan dan pemanfaatan teknologi informasi, serta kepailitan lintas batas (Cross-Border Insolvency).
“Keberhasilan penyelesaian kepailitan dan PKPU sangat bergantung pada profesionalitas dan integritas sebagai Kurator dan Pengurus, yang juga didukung oleh pengawasan maksimal dari Hakim Pengawas”, pungkasnya.