
Medan - Tim Direktorat Pidana, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) kunjungi Kantor Urusan Agama (KUA) Medan Kota seiring dengan mengemukakanya isu perkawinan siri, yaitu perkawinan yang dilakukan secara diam-diam atau rahasia, yang saat ini marak terjadi di tengah masyarakat.
Aturan dan persyaratan kawin siri ditentukan oleh agama khususnya agama Islam yang beralasan bahwa yang utama adalah sah dan terhindar dari perbuatan zina. Selain itu, alasan lain yang mendasari dilakukannya kawin siri adalah alasan ekonomi, yaitu tidak adanya biaya untuk mendaftar perkawinan ke KUA setempat atau lembaga pemerintah berwenang lain. Terlebih dengan kondisi geografis beberapa daerah di Indonesia yang jauh dari layanan pemerintah.
Dalam kunjungan yang dilakukan oleh tim Direktorat Pidana di Medan, Kepala KUA Medan Kota, Sahri Hutapea menjelaskan bahwa perkawinan di wilayahnya sering terjadi karena salah satu pihak, baik suami maupun istri, bekerja terpisah dalam kurun waktu yang relatif lama.
"Karena pasangan suami istri terpisah lama dan tanpa kabar, sehingga menyebabkan terjadinya perkawinan siri sebagai jalan pintas untuk menghindari zina," ujar Sahri di Medan (19/10/2022).
Sementara pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Ketua Pengadilan Agama Medan, Muslim, bahwa selain faktor ekonomi dan jarak, faktor pendidikan juga jadi salah satu pemicu terjadinya perkawinan siri.
"Berdasarkan pengalaman, dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang dengan tingkat ekonomi yang tinggi dan kemampuan untuk membiayai hidup lebih dari 1 istri, maka istri pertama tidak merasa keberatan," ungkap Muslim.
Dirinya juga menambahkan bahwa menurut istri pertama, jika permasalahan ekonomi dan keturunannya terjamin, maka tidak menjadi masalah jika suaminya melakukan poligami. Namun yang menjadi permasalahan dan masuk ke ranah pidana adalah ketika seseorang yang terikat peraturan melakukan poligami atau nikah siri, misalnya adalah Aparatur Sipil Negara (ASN).
Meskipun demikian, namun bukan berarti ASN tidak dapat melakukan poligami. ASN dapat melakukan poligami sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh aturan kepegawaian, Undang-Undang Perkawinan, dan regulasi terkait lainnya.
Melalui kunjungan dari Direktorat Pidana Ditjen AHU dalam berkoordinasi dengan lembaga yang bertujuan untuk berkoordinasi dan menggali informasi serta data riil perkawinan siri, diharapkan dapat menjadi dasar untuk mencari tahu sejauh mana perkawinan siri dapat menjadi permasalahan hukum pidana yang layak dikaji dan dievaluasi.
Selain itu, dengan koordinasi tersebut juga diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi dan langkah yang tepat dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan pentingnya pemahaman perkawinan yang sah dan tercatat di negara.
(NSA/SUN)
Foto: Nia