BALI – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan menginisiasi penyederhanaan proses legalisasi dokumen publik asing melalui hadirnya layanan Apostille. Apostille merupakan pengesahan tanda tangan pejabat, pengesahan cap, dan atau segel resmi dalam suatu dokumen publik melalui pencocokan dengan spesimen melalui satu instansi, yaitu Kemenkumham selaku Competent Authority.
Hadirnya layanan yang dinilai mampu memangkas rantai birokrasi legalisasi dokumen menjadi satu langkah ini adalah hasil dari disahkannya Convention of 5 October 1961 Abolishing the Requirement of Legalisation for Foreign Public Documents (Konvensi Apostille) melalui pengundangan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2021 pada tanggal 5 Januari 2021, dan bergabungnya Indonesia menjadi negara Konvensi Apostille pada tanggal 5 Oktober 2021.
Keberhasilan Indonesia mengaksesi Konvensi Apostille ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk mengkaji manfaat konvensi-konvensi lain di bawah naungan Hague Conference on Private International Law (HCCH) sebagai organisasi internasional yang menjadi melting pot dari sistem-sistem hukum yang berbeda untuk mengembangkan dan menyusun instrumen hukum dalam rangka unifikasi dan harmonisasi hukum perdata internasional. Selain itu juga diharapkan dapat mendukung langkah Indonesia menjadi key player dalam pengembangan hukum perdata internasional untuk menjawab tantangan dan kebutuhan global.
Layanan Apostille telah dapat diakses oleh masyarakat sejak tanggal 4 Juni 2022 sejalan dengan ketentuan Pasal 12 Konvensi Apostille, dan diluncurkan secara resmi pada 14 Juni 2022 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly, yang didampingi oleh Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU), Cahyo R. Muzhar.
Dengan diluncurkannya layanan ini, masyarakat dapat memenuhi persyaratan legalisasi 66 jenis dokumen publik yang menjadi standar dalam pengajuan visa dan pendaftaran pernikahan, maupun persyaratan pendidikan dan pelatihan di luar negeri seperti ijazah dan transkip nilai, serta dokumen publik lainnya.
“Kemudahan satu langkah penerbitan Sertifikat Apostille dapat langsung digunakan di 121 Negara Pihak Konvensi Apostille dan dapat mendukung lalu lintas dokumen publik antarnegara menjadi lebih cepat,” ujar Yasonna saat meluncurkan layanan Apostille di Bali (14/06/22).
Lebih lanjut Menkumham juga menjelaskan bahwa dalam era digital ini diperlukan adanya kecepatan termasuk dalam pelaksanaan bisnis untuk mendatangkan investasi. Untuk itu diperlukan adanya penyederhanaan proses legalisasi dokumen publik agar dapat memangkas prosedur legalisasi dokumen yang berkaitan dengan kegiatan investasi yang selama ini dianggap rumit dan panjang, serta memerlukan biaya yang tidak sedikit.
“Kebijakan pemangkasan bureaucratic red tape ini diharapkan dapat berkontribusi membangun reputasi Indonesia sebagai negara ramah investasi dan diikuti dengan meningkatnya kepercayaan pelaku bisnis untuk menanamkan modal,” tambah Yasonna.
Sementara itu, Dirjen AHU juga menambahkan bahwa sejak layanan Apostille berlaku di Indonesia selama 10 hari ini, telah ada 2.918 permohonan dimana sebagian dokumen yang dimohonkan adalah dokumen notaris terkait kegiatan bisnis, dokumen pendidikan seperti ijazah dan transkrip nilai, serta dokumen kependudukan. Angka tersebut lebih tinggi dari permohonan layanan legalisasi konvensional pada tahun 2021 yang rata-rata mencapai 1.913 permohonan dalam 10 hari. Peningkatan permohonan tersebut mencerminkan animo tinggi dari masyarakat dalam menyambut berbagai kemudahan yang ditawarkan layanan Apostille.
“Ke depannya, Kemenkumham khususnya Ditjen AHU akan terus meningkatkan layanan dengan meningkatkan layanan Apostille manual ini menjadi layanan Apostille secara elektronik atau e-Apostille,” tutup Cahyo.
(NSA-IRF)