
Medan - Dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat dan pelaku usaha mengenai tata cara eksekusi Jaminan Fidusia pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) menggelar Bimbingan Teknis untuk kembali mengefektifitaskan Pendaftaran Jaminan Fidusia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, dalam acara ini juga dilakukan sosialisasi tentang pembaharuan tata cara layanan Jaminan Fidusia sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 25 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Perubahan, dan Penghapusan Jaminan Fidusia.
"Ini adalah informasi penting yang diperlukan masyarakat dalam hal pemanfaatan Jaminan Fidusia guna mendapatkan pembiayaan untuk memulai usaha" kata Direktur Perdata, Santun Maspari Siregar, di Medan. (24/03)
Santun menjelaskan, pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 mengenai judicial review Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menjelaskan bahwa Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia tetap berlaku.
Dia menambahkan, kesepakatan tentang cedera janji atau wanprestasi antara Pemberi Fidusia (Debitur) dengan Penerima Fidusia (Kreditur) harus tertuang dalam isi perjanjian pokok. Eksekusi jaminan fidusia oleh Penerima Fidusia (kreditur) dapat dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia jika memenuhi dua persyaratan secara kumulatif, yakni pertama adanya kesepakatan tentang telah terjadinya cidera janji (wanprestasi) dan kedua yaitu Pemberi Fidusia (debitur) dengan sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia dalam rangka eksekusi.
"Jika terjadinya cidera janji (wanprestasi) dan/atau pemberi fidusia (debitur) keberatan menyerahkan secara sukarela objek Jaminan Fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap" jelasnya.
Selain itu Santun juga menegaskan, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 2/PUU-XIX/2021, Majelis Hakim dalam pertimbangan putusannya menyatakan bahwa eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri sesungguhnya hanyalah sebagai sebuah alternatif.
Kemudian berdasarkan Perkara Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-XIX/2021, dalam putusan perkara tersebut pada tanggal 24 Februari 2022 dinyatakan antara lain bahwa, frasa “pihak yang berwenang” dalam penjelasan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “pengadilan negeri”.
Santun berharap, dengan hadir notaris,kejaksaan negeri, pengadilan negeri, kepolisian, lembaga pembiayaan, akademisi, tokoh masyarakat, serta Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara dapat menjadi garda terdepan dalam memberikan pemahaman lebih lanjut kepada masyarakat.
"Kami berharap semua dapat ikut mensosialisasikan untuk mendorong dan meningkatkan efektifitas pemberian pemahaman kepada masyarakat mengenai tata cara eksekusi Jaminan Fidusia pasca Putusan MK, dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 25 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Perubahan, dan Penghapusan Jaminan Fidusia" pungkas Santun.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sumatera Utara yang diwakili oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kemenkumham Sumatera Utara, Purwanto, mengatakan Jaminan Fidusia merupakan jaminan perlindungan kepastian hukum yang setiap tahunnya semakin diminati oleh masyarakat. Pasalnya, hadirnya Jaminan Fidusia di tengah-tengah masyarakat tidak hanya memberikan kepastian hukum semata, namun juga bisa mendorong laju pertumbuhan ekonomi dalam hal penguatan usaha mikro kecil menengah yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap prosedur dan tata cara di dalam pendaftaran Jaminan Fidusia. Dengan adanya Jaminan Fidusia ini diharapkan dapat mendorong kemudahan berusaha di Indonesia sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh program nawacita Presiden Republik Indonesia.
"Adanya fidusia, diharapkan bisa berkontribusi untuk mendongkrak peringkat kemudahan berusaha di Indonesia. "Dengan diselenggarakan bimbingan teknis ini dapat meningkatkan pemahaman masyarakat dan/atau pelaku usaha mengenai manfaat pendaftaran Fidusia sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 25 tahun 2021" tutupnya.
Kegiatan dihadiri sebanyak dua ratus peserta yang berasal dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, notaris, kejaksaan negeri, pengadilan negeri, kepolisian, lembaga pembiayaan, tokoh masyarakat, dan akademisi.