Tangerang - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) terus mempertajam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaminan Benda Bergerak. Sesuai dengan kebijakan pemerintah dan arahan dari Presiden Joko Widodo dalam meningkatkan kemudahan berusaha Ease of Doing Business(EoDB). Berdasarkan pembahasan dalam rapat yang diadakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada tanggal 29 Agustus 2019 dan surat Kepala BKPM Nomor 414/A1/2019 tertanggal 6 Desember 2019 perihal Penerbitan Regulasi (Legal Basis) Perbaikan EoDB 2021, terdapat usulan agar dilakukan perubahan terhadap RUU Jaminan Fidusia menjadi RUU Jaminan Benda Bergerak (RUUJBB), upaya ini untuk mengakomodir segala bentuk penjaminan yang ada di Indonesia serta melindungi masyarakat, hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan rating Indonesia dalam hal kemudahan berusaha.
Pada Tahun 2020 Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum membentuk Tim Perubahan UU Jaminan Fidusia menjadi RUU Jaminan Benda Bergerak, dan pada Bulan April 2021 BPHN telah selesai menyusun Naskah Akademik RUU Jaminan Benda Bergerak dengan harapan bahwa tahun 2022 masuk kedalam program legislasi nasional prioritas.
RUU Benda Bergerak sudah tidak asing didengar, namun implementasinya sangat penting sebagai salah satu amunisi untuk meningkatkan peringkat kemudahan berusaha Indonesia. "RUU Jaminan Benda Bergerak bisa lebih cepat diselesaikan, apalagi RUU ini sudah diusulkan oleh pemerintah dan masuk di dalam long list prolegnas RUU Tahun 2020 sampai dengan 2024" jelas Direktur Perdata, Santun Maspari Siregar, saat membuka kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Kebijakan Undang-Undang Jaminan Benda Bergerak, di Hotel Novotel Tangerang.(16/09)
RUU ini kata Santun, akan menggabungkan penjaminan untuk benda bergerak (fidusia/gadai, resi gudang, Pesawat terbang, Kapal dan hipotek) ke dalam satu peraturan sehingga Undang-Undang tentang Jaminan Benda Bergerak nantinya dapat menjadi unsur pendukung dalam kemudahan berusaha dan memberikan kepastian hukum kepada para debitur dan kreditur demi terwujudnya iklim investasi yang kondusif di Indonesia.
"Yang penting sebagaimana kita lihat RUU Jaminan Bergerak menjadi salah satu yang diakui oleh World Bank dalam rangka meningkatkan Ease of Doing Business (EoDB)." Tutupnya.
Sementara itu Kepala Subdirektorat Fidusia, Iwan Supriadi, juga menjelaskan bahwa roadmap Implementasi UU Jaminan Fidusia sudah dimulai dengan uji petik pada tahun 2018 saat berlakunya UU Jaminan Fidusia. "Pada tahun 2018 sudah dimulai penyusunan kajian perubahan UU Jaminan Fidusia, penyusunan kajian tersebut didasari atas beberapa permasalahan yang berkembang dalam masyarakat khususnya sistem penjaminan/agunan," kata Iwan.
"Hasil kerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia untuk menyusun Kajian Perubahan UU Jaminan Fidusia tahun 2019 sudah dapat diselesaikan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)" Lanjutnya.
Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) kali ini merupakan kegiatan ke dua kalinya untuk menyusun/membahas draf RUU Jaminan Benda Bergerak yang dihadiri oleh PT Deloitte Konsultan Indonesia dan Kementerian Investasi/BKPM selaku narasumber dan moderator dan peserta FGD yaitu dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan, BPHN, Sekretariat Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Direktorat Perdata dan jajaran Subdit Jaminan Fidusia. Agenda selanjutnya setelah pembahasan draf RUU Jaminan Benda Bergerak adalah pembahasan antar kementerian/lembaga.