
BANDUNG - Dalam rangka persiapan pelaksanaan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) menyelenggarakan Konsinyering Koordinasi Bidang Teknologi Informasi antar Direktorat. Kegiatan ini untuk melakukan simplifikasi dan standarisasi produk-produk layanan AHU-online.
”Dalam UU Cipta Kerja, khususnya yang terkait dengan Ditjen AHU terdapat dua hal penting yang harus segera ditindaklanjuti dengan aplikasi sistem administrasi badan hukum (SABH), yaitu perubahan dari rezim pengesahan menjadi pendaftaran, dan diaturnya perseroan perorangan”. Untuk itu pada kesempatan ini sekaligus kita manfaatkan untuk melakukan simplifikasi dan standarisasi produk-produk layanan AHU-online” ucap Direktur Teknologi Informasi Kolier L. Haryanto. (Kamis, 12 November 2020)
Hal itu dilatarbelakangi bahwa seluruh layanan Ditjen AHU telah berbasis digital yang tidak lagi dilakukan verifikasi, sehingga produk-produknya sudah seharusnya lebih simple dan tidak menempatkan pejabat Ditjen AHU sebagai pihak penanggung gugat. Karena secara konstitutif kebenaran isian dalam format yang disediakan AHU-online menjadi tanggung jawab notaris dan/atau pemohon. Selain itu, simplifikasi ini juga diharapkan dapat meningkatkan ranking kemudahan berusaha, atau ease of doing business (EoDB) menjadi berada di bawah 40, karena pendirian perseroan akan menjadi lebih mudah dan cepat serta meningkatkan jumlah pemohon. Sehingga pada gilirannya akan mampu menciptakan lapangan kerja yang luas, jika mengingat jumlah Usaha Mikro Kecil (UMK) yang dapat mendirikan perseroan perorangan jumlahnya puluhan juta.
”Saya berharap dalam dua hari ini kita dapat melakukan reimaging, perenungan atas produk-produk layanan AHU-online dan memformulasikan kembali dalam bentuk yang lebih simple serta tidak menjadikan pejabat Ditjen AHU sebagai pihak penanggung gugat. Karena secara konsititutif penanggung gugat adalah notaris dan/atau pemohon yang telah menyatakan kebenaran atas semua keterangan dan dokumen yang disampaikan secara elektronik. Pejabat dan SDM Ditjen AHU tidak terlibat dalam proses pendaftaran itu. SDM bekerja hanya jika terjadi permasalahan atau kendala dalam layanan. Birokrasi digital ini harus terus kita kembangkan dan sempurnakan. Sebab hanya dengan demikian, layanan pada Ditjen AHU yang pemohonnya berjumlah puluhan ribu setiap hari dapat dilakukan secara real time, dan tidak menyebabkan penumpukan berkas yang luar biasa seperti di masa lalu, sehingga tidak efisien” jelas Kolier.
Sementara itu, Kasubdit Pengembangan Perangkat Lunak Susi Liza Febriani menyampaikan perlunya standarisasi produk layanan Ditjen AHU adalah untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum. ”Ke depan seluruh layanan produk AHU-online selain tersertifikasi akan dihimpun dalam satu Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sehingga masyarakat dapat mudah mengenali dan melakukan verifikasi atas keasliannya” tutupnya.