
Jakarta - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Ketua Mahkamah Agung Sunarto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Wamensesneg Bambang Eko Suharyanto mewakili pemerintah resmi menandatangani Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) untuk rancangan Revisi Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas, mengatakan KUHAP merupakan pembaruan dari Hukum Acara Pidana kolonial yang berbentuk Herzien Inlandsch Reglement (HIR). Dimana KUHAP telah digunakan lebih dari 40 tahun, dan dalam penerapannya masih terdapat banyak kekurangan.
“Dengan adanya perubahan sistem ketatanegaraan dan perkembangan hukum, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang, maka perlu dilakukan penggantian KUHAP,” kata Supratman sesaat setelah DIM RUU KUHAP, diGraha pengayoman, Jakarta Selatan, Senin (23/6/2025) petang.
Dirinya menambahkan, penandatanganan ini menandai babak baru reformasi hukum acara pidana Indonesia, sekaligus menjawab kebutuhan akan sistem yang lebih responsif terhadap perkembangan hukum dan aspirasi masyarakat. KUHAP yang telah berusia lebih dari empat dekade dinilai tak lagi mampu mengakomodasi dinamika hukum kontemporer.
"Dunia telah berubah, pun dengan sistem hukum yang selalu berkembang. Sudah saatnya KUHAP diperbarui demi sistem peradilan pidana yang adaptif terhadap perkembangan zaman"tambahnya.
Dia menjelaskan penandatanganan DIM ini merupakan puncak dari proses panjang yang melibatkan berbagai pihak untuk berkolaborasi menekankan urgensi pembaruan KUHAP untuk menciptakan sistem peradilan pidana yang adaptif, tanggap, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat. Hal ini sejalan dengan upaya mewujudkan supremasi hukum dan sistem peradilan pidana terpadu yang lebih efektif.
"Ini merupkan langkah strategis yang di ambil oleh pemerintah dan pada hari ini adalah suatu tindakan yang betul-betul bisa menjadi contoh bagi semua lembaga negara dan kementerian yang lain untuk berbagi dalam menyangkut soal peran dan kewenangan masing-masing"
Sementara itu, Kejaksaan Agung, sebagai pilar utama sistem peradilan pidana terpadu, memberikan dukungan penuh terhadap RUU KUHAP yang komprehensif dan adaptif.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan pentingnya prinsip "check and balances" antar lembaga penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan) untuk menjamin transparansi, akuntabilitas, dan keadilan. Proses pembentukan RUU KUHAP sendiri akan mengikuti kaidah ketatanegaraan, memastikan keterbukaan dan partisipasi publik.
"Saya berharap RUU KUHAP menjadi fondasi bagi pelaksanaan KUHP baru, menjamin setiap tahapan peradilan, mulai penyidikan hingga eksekusi, berjalan sesuai prinsip keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan HAM" pungkasnya.