
Jakarta – Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU), menerima kunjungan akademik dari 168 mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) pada Senin, 30 Juni 2025. Kegiatan ini menjadi wadah interaktif bagi mahasiswa untuk mengenal lebih dekat peran strategis Ditjen AHU dalam sistem hukum nasional.
Kunjungan ini disambut langsung oleh Sekretaris Ditjen AHU, Hantor Situmorang, yang memaparkan secara mendalam tentang tugas, fungsi, dan struktur kelembagaan Ditjen AHU. Dalam paparannya, Hantor menekankan bahwa Ditjen AHU merupakan garda terdepan dalam pelayanan administrasi hukum yang menyentuh banyak aspek kehidupan masyarakat, mulai dari pengesahan badan usaha, layanan perdata dan pidana, hingga kewarganegaraan.
“Kami selalu percaya bahwa semua berawal dari administrasi hukum yang tertib dan akuntabel, maka keadilan dan kepastian hukum bisa ditegakkan,” ujar Hantor dalam sambutannya.
Mahasiswa diperkenalkan dengan struktur organisasi Ditjen AHU yang terdiri dari sejumlah direktorat, antara lain Direktorat Perdata, Direktorat Pidana, Direktorat Badan Usaha, Direktorat Teknologi Informasi, Direktorat Otoritas Pusat dan Hukum Internasional, serta Direktorat Tata Negara yang menangani isu kewarganegaraan dan partai politik.
Ditjen AHU juga menjalankan fungsi pelayanan melalui Balai Harta Peninggalan (BHP) yang tersebar di lima wilayah di Indonesia dan memiliki Atase Hukum di Kedutaan Besar RI Kuala Lumpur, Malaysia, yang menangani berbagai persoalan hukum WNI di luar negeri, termasuk kewarganegaraan dan perlindungan hukum bagi WNI terancam hukuman berat.
Salah satu sesi yang paling menarik perhatian peserta adalah materi dan diskusi tentang tata negara dan kewarganegaraan yang dipandu langsung oleh jajaran Direktorat Tata Negara. Dalam sesi ini, mahasiswa berdiskusi mengenai proses naturalisasi, status anak hasil perkawinan campuran, mekanisme kehilangan dan perolehan kembali kewarganegaraan, serta tantangan hukum di tengah mobilitas global masyarakat Indonesia.
Sesi ini berlangsung dinamis. Beberapa mahasiswa menyoroti isu kewarganegaraan ganda serta perlindungan hak-hak WNI yang berada di luar negeri, khususnya mereka yang belum memiliki dokumen resmi atau dalam proses perubahan status kewarganegaraan. Para pemateri juga menjelaskan tentang regulasi yang mengatur kehilangan kewarganegaraan secara sukarela dan prosedur pengajuan untuk memperoleh kembali status sebagai WNI.
“Isu kewarganegaraan bukan hanya soal status administratif, tapi menyangkut jati diri dan perlindungan hukum seseorang di mata negara,” jelas Subdirektorat Layanan Dokumen Partai Politik, Titik Susiati.
Kegiatan studi banding ini tidak hanya menjadi ajang pembelajaran, tetapi juga mendorong tumbuhnya kesadaran hukum di kalangan generasi muda. Mahasiswa diajak untuk tidak hanya memahami hukum dari sisi akademis, tetapi juga terlibat dalam membangun sistem hukum yang adil dan inklusif.
“Dengan memahami bagaimana negara bekerja dalam pelayanan administrasi hukum, kami ingin mahasiswa menyadari bahwa mereka bisa menjadi bagian dari solusi di masa depan,” tutup Hantor.