Jakarta – Dalam upaya memperkuat transparansi dan integritas korporasi, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) menggelar diskusi kebijakan “Pemilk Manfaat (Beneficial Ownership) dalam Perspektif KUHP Nasional,” yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari kalangan akademisi, aparat penegak hukum, kementerian, dan lembaga terkait.
Isu transparansi Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) kian mendapat sorotan dalam beberapa tahun terakhir, terutama dalam kaitannya dengan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana seperti korupsi, pencucian uang, hingga kejahatan lintas batas.
"Diskusi ini menjadi ruang penting untuk menggali secara komprehensif peran Pemilik Manfaat dalam skema tindak pidana, celah-celah yang selama ini dimanfaatkan akibat ketidakakuratan data, serta bagaimana kita menyusun strategi ke depan secara lintas sektoral," ujar Widodo (03/07/2025).
Kegiatan ini menjadi ruang dialog strategis untuk membahas peran Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) dalam skema tindak pidana, celah yang timbul akibat ketidakakuratan data, serta upaya memperkuat strategi dan koordinasi lintas sektoral guna menjawab tantangan tersebut.
Sebagai langkah konkret, Ditjen AHU telah mengimplementasikan sistem verifikasi Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) berbasis kuisioner sejak 1 Juli 2025. Sistem ini mewajibkan seluruh entitas korporasi untuk mengungkap data Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) secara akurat dan transparan. Langkah ini menjadi bagian dari pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 serta penguatan prinsip Know Your Customer (KYC) melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2017.
Lebih lanjut Widodo juga menegaskan bahwa, menjaga integritas data Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) bukan hanya tugas satu lembaga, melainkan tanggung jawab bersama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Dengan sinergi dan komitmen bersama, Indonesia diharapkan mampu membangun ekosistem hukum yang bersih, transparan, dan akuntabel dalam pengelolaan entitas bisnis.
Diskusi kebijakan yang diselenggarakan Ditjen AHU ini menjadi ruang strategis untuk mengidentifikasi celah regulasi, memperkuat sinergi antar pemangku kepentingan. Forum ini tidak hanya menghasilkan masukan substansial, tetapi juga mendorong terbentuknya kebijakan yang lebih adaptif dan responsif terhadap tantangan penegakan transparansi Pemilik Manfaat di Indonesia.
“Saya mengajak semua pihak untuk tidak hanya berdiskusi, tetapi benar-benar berkomitmen membangun kolaborasi nyata dari integrasi sistem, verifikasi data, hingga pemanfaatan informasi Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) untuk pengawasan dan penegakan hukum,” pungkas Widodo.