TANGERANG - Tingkat kemudahan berbisnis di Indonesia masih jalan di tempat, RI masih menduduki posisi ke 73 dari 190 negara dalam daftar peringkat Ease of Doing Business (EoDB) 2020 yang dirilis Bank Dunia. Peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia tidak berubah dari posisi tahun lalu. Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) telah melakukan berbagai terobosan untuk mendukung Presiden dalam meningkatkan kemudahan berbisnis di Indonesia, salah satunya dengan merancang Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Usaha ujar Dirjen AHU Cahyo R. Muzhar saat membuka Konsinyasi Draft Kajian Pendukung RUU Badan Usaha tentang Penajaman Konsep Perusahaan Perseorangan dan Badan Usaha, di Swiss BelHotel Serpong (22/9/20)
“RUU Badan Usaha nantinya adalah sebagai payung hukum untuk seluruh pengaturan entitas badan usaha yang akan berdampak pada kemudahan berusaha dan diharapkan dapat meningkatkan peringkat survei EoDB Indonesia ke urutan 40 , ujar Cahyo R. Muzhar
Besar harapan kami, melalui pemaparan oleh para Narasumber dan diskusi dari anggota tim akan menghasilkan konsep pengaturan PT Perseorangan dan BUMDES dalam materi muatan Naskah Akademik (NA) RUU Badan Usaha, tambah Cahyo.
“Sejalan dengan itu, Direktur Perdata mengatakan “ Perlu masukan yang cermat dari semua pihak agar draft pendukung NA RUU Badan Usaha terkait Perusahaan Perseorangan dan Badan Usaha Milik Desa bisa disandingan dalam satu RUU yang termasuk omnibus law”. Merupakan Program Prioritas Nasional Kementerian Hukum dan HAM di tahun 2020 sehingga harus segera diselesaikan, jelasnya.
Ditjen AHU, sambung Santun, sebagai pelaksana teknis dan praktik di lapangan, terus mengupayakan penyelarasan dalam perbaikan entitas badan usaha melalui NA RUU Badan Usaha dalam rancangan final. Oleh karenanya, perlu kerja sama Ditjen AHU, BPHN dan PP agar penggabungan antara teknis dan penyusun NA RUU Badan Usaha bisa sama - sama berjalan.
Konsinyasi ini juga menghadirkan perwakilan Tim Penyusun Kajian RUU Badan Usaha, yaitu Prof. Tarsisius Murwadji, akademisi dari Universitas Padjajaran, Yetti Komalasari Dewi, akademisi dari Universitas Indonesia dan Aria Sujudi serta Moh. Faiz Aziz dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia.