
GORONTALO - Hingga kini diperkirakan hanya 8,3 persen perusahaan di Indonesia yang sudah melaporkan pemilik manfaat yang sesungguhnya atau beneficial owner (BO) kepada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen AHU Kemkumham).
Padahal Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat atas Korporasi dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) telah terbit sejak dua tahun lalu dan mulai diberlakukan setahun kemudian atau 1 Maret 2019.
"Seluruh korporasi di Indonesia diwajibkan mendaftarkan prinsip mengenali dan pengungkapan pemilik manfaat BO dari suatu Korporasi" kata Budi Sarwono, Kakawil Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Propinsi Gotontalo, saat membuka Diseminasi Kebijakan Terkait Pelaporan Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) di Wilayah, dengan tema Menciptakan kondisi/iklim yang ramah investasi dengan tidak mengabaikan kemungkinan terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang, Selasa (25/8/20).
Dihadapan Notaris dan perwakilan korporasi Gorontalo, Budi mengatakan Informasi BO menjadi penting untuk dapat mengetahui aktor intelektual atau pihak dibelakang korporasi yang bertanggung jawab atas serangkaian hilangnya pendapatan negara dari sektor perpajakan, serta upaya penyembunyian dan penyamaran hasil tindak pidana.
"Ini adalah upaya pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, menjaga stabilitas keamanan dan politik, serta mewujudkan kepastian hukum, bagi para investor " jelasnya.
Sementara Tomi selaku narasumber dalam acara itu mengungkapkan Perpres mengenai BO merupakan langkah progresif dalam perbaikan akuntabilitas tata kelola perusahaan di Indonesia.
Bahkan, kata Dia, enam kementerian yang terdiri dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham), Kementerian Keuangan (Kemkeu), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pertanian dan Kementerian Agraria telah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) terkait Pemanfaatan Basis Data Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana Bagi Korporasi pada 3 Juli 2019.
"Ditjen AHU sudah menyiapkan semua, termasuk aplikasi pendaftaran BO, sekarang tinggal kesadaran pelaku korporasi untuk bersama- sama menjalankan regulasi terkait BO" ungkap Tomi.
Dia menambahkan, ada sejumlah kriteria pemilik manfaat dari korporasi ini mudah dideteksi karena secara legal sudah terlampir pada akta atau tercantum dalam anggaran dasar, yakni kepemilikan saham lebih 25 persen, kepemilikan hak suara lebih 25 persen serta penerimaan keuntungan lebih 25 persen dari laba perseroan per tahun.
"Namun, ada juga sejumlah kriteria lain yang sulit terdeteksi, seperti kepemilikan kewenangan untuk mengangkat, menggantikan, atau memberhentikan anggota direksi dan anggota dewan komisaris. Kemudian, kriteria menerima manfaat dari perseroan terbatas" tambahnya.