
TANGERANG - Masih terdapat sejumlah persoalan tentang anak berkewarganegaraan ganda hasil perkawinan campur atara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA). Hal itu dikatakan Direktur Tata Negara Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU)
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Baroto, saat membuka konsinyering peraturan perundang-undang bagi anak berkewarganegaraan ganda, di Tangerang, Kamis (7/8/20).
"berbagai persoalan masih terjadi meskipun sudah ada payung hukum yang mengatur, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan" ucapnya.
Menurutnya, UU Nomor 12 Tahun 2006 itu cukup revolusioner dan lebih komprehensif untuk mengatasi berbagai permasalahan kewarganegaraan yang berkembang.
" Banyak perubahan dan perbaikan yang merupakan penyempurnaan dari UU sebelumnya. Pilihan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) ini merupakan pilihan yang terbaik agar dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat memberikan kemudahan bagi mereka yang berkewarganegaraan ganda" tandasnya.
Dengan adanya pembahasan perubahan PP ini, dirinya berharap instansi terkait yang mempunyai peran langsung seperti Catatan sipil dan Imigrasi dapat ikut duduk bersama dalam pembahasan Rancangan PP kewarganegaraan.
"Ditjen AHU membutuhkan dukungan dari Catatan sipil, Imigrasi, Setneg, BIN agar Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) ini efektif dan segera dapat segera diImplementasikan kemasyarakat" jelasnya.
Dia menambahkan,timbulnya dinamika yang berkembang di masyarakat dan belum terakomodasi secara baik dalam UU Kewarganegaraan, sehingga sering menimbulkan interpretasi yang beragam dalam menangani permasalahan kewarganegaraan tersebut.
"beberapa permasalahan yang dialami anak berkewarganegaraan ganda, dalam keterangan tertulis, di antaranya, anak dari perkawinan campur yang lahir sebelum diundangkannya UU Nomor 12 Tahun 2006 yang tidak didaftarkan oleh orang tua atau walinya sebagai anak berkewarganegaraan ganda" tambahnya.
Menurutnya, Permasalahan juga sering muncul terhadap anak yang dilahirkan dari perkawinan antara ayah WNI dan ibu WNI yang lahir di luar wilayah negara Republik Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak-anak tersebut.
"anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah sebelum diundangkannya UU Nomor 12 Tahun 2006 dari ayah WNA dan ibu WNI ataupun sebaliknya, namun anak tersebut atau walinya terlambat untuk menyatakan memilih kewarganegaraan Indonesia sampai batas waktu yang ditentukan berakhir pada usia 21 tahun juga masih menjadi permasalahan yang dihadapi saat ini" tutupnya.