
BEOGRAD – Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengatakan Pemerintah Indonesia sangat senang dengan prakarsa pembentukan kerangka hukum kerja sama Mutual Legal Assistance (MLA) antara Indonesia – Serbia melalui perjanjian bilateral.
“Kami menghargai rancangan pertama yang diajukan oleh pihak Serbia. Indonesia masih dalam proses merumuskan kontra draft. Kami berharap negosiasi putaran pertama dapat berlangsung tahun depan,” kata Yasonna saat melakukan pertemuan dengan Deputy Minister for Justice atau Secretary of State of the Republic of Serbia, H. E. Radomir Ilic di Beograd, Serbia, Senin (6/7/2020).
Dia menjelaskan seiring pergerakan orang-orang antar negara yang saat ini menjadi lebih mudah dikarenakan terobosan teknologi, membuat modus operandi kejahatan menjadi semakin canggih. Situasi ini menimbulkan tantangan besar bagi penegakan hukum dan membutuhkan kolaborasi yang lebih erat di antara negara-negara.
“Serbia dan Indonesia memiliki kepentingan strategis karena posisi geografisnya masing-masing seperti pusat kegiatan komersial dan bisnis. Posisi geografis ini di satu sisi memberikan banyak keuntungan tetapi di sisi lain, ini dapat membawa konsekuensi yang tidak diinginkan seperti rentan terhadap berbagai kejahatan transnasional termasuk perdagangan narkotika, senjata api dan barang ilegal lainnya,” ujarnya.
Yasonna mengungkapkan kerja sama dan kolaborasi yang diperkuat antara negara-negara sangat penting untuk memerangi kejahatan transnasional terorganisir secara efektif.tercatat Indonesia dan Serbia adalah pihak dalam beberapa kerangka kerja sama hukum internasional seperti UNCTOC, UNCAC, dan Konvensi Pengawasan Obat-obatan PBB.
Saat ini, kata dia, Indonesia juga sedang mengembangkan kerja sama hukum dengan negara-negara ASEAN untuk ekstradisi dan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana Mutual Legal Assistance (MLA) in Criminal Matters. Di kawasan ASEAN, kami telah meningkatkan Perjanjian MLA ke dalam Perjanjian ASEAN pada April 2019. Untuk Perjanjian ekstradisi, ASEAN telah mengembangkan Perjanjian Model Ekstradisi ASEAN pada tahun 2017.
“Saya juga percaya bahwa upaya serupa telah dikembangkan di wilayah Eropa melalui kerja sama antara Serbia dan Badan Uni Eropa untuk Kerja Sama Peradilan Pidana (Eurojust), yang secara resmi ditandatangani pada 12 November 2019. Kerja sama tersebut jelas menunjukkan bahwa Serbia telah mengambil melawan kejahatan terorganisir di wilayah tersebut.,” ungkapnya.
Selain itu, Yasonna juga berharap Serbia bisa berbagi pengalaman terkait dengan peningkatan Ease of Doing Business (EODB) atau kemudahan berusaha. Saat ini Serbia berada di peringkat ke 44 dalam kemudahan berusaha atau lebiih tinggi dari Indonesia yang berada di posisi 73. Pada bidang memulai berbisnis Serbia ada di peringkat 73 sementara Indonesia berada di peringkat 140.
“Kami sangat menghargai jika Serbia dapat berbagi pengalaman dan pendekatannya dalam memfasilitasi dan menyederhanakan undang-undang , prosedur, dan persyaratan untuk mendukung upaya Kemudahan Berbisnis, khususnya dalam aspek memulai bisnis,” imbuhnya.
Lebih jauh, dia menyampaikan peluang kerja sama konkret antara Indonesia dan Serbia terbuka lebar. Pengembangan kapasitas adalah salah satu kerja sama potensial untuk dikembangkan. Kedua negara dapat memiliki pertukaran para ahli dan pengalaman serta program pelatihan bersama untuk meningkatkan sumber daya manusia kita masing-masing.
“Kita memiliki landasan bersama yang kuat untuk memelihara dan mengembangkan kerja sama kita untuk kepentingan kedua negara dan masyarakat. Dengan senang hati kami mengundang Anda untuk mengunjungi Indonesia untuk menindaklanjuti diskusi kami hari ini,” kata dia.