Bogor - Jaminan Fidusia sebagaimana dijelaskan dalam memori penjelasan Undang-undang no. 42 tahun 1999 sebagai bagian upaya meningkatkan pembangunan ekonomi, dan bagian dari pembangunan nasional. Hal ini juga dijadikan dasar untuk meningkatkan peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EODB). Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang mempunyai otoritas dalam produk hukum jaminan benda bergerak terus mendorong percepatan mendukung Program Prioritas Nasional dengan menyusun kembali draft Rancangan Undang - undang yang memasuki tahap perubahan nomenklatur Undang-Undang (UU) Jaminan Fidusia menjadi UU Jaminan Benda Bergerak.
"Upaya ini untuk mengakomodir segala bentuk penjaminan yang ada di Indonesia serta melindungi masyarakat" kata Direktur Perdata Daulat Pandapotan Silitonga, saat membuka acara konsyinering RUU Jaminan benda bergerak diBogor. Kamis (12/03/20).
Daulat berharap, dengan adanya UU Jaminan benda bergerak ini dapat meningkatkan rating Indonesia dalam hal kemudahan berusaha.
" Banyak yang harus kita lakukan agar Indonesia dapat mencapai peringkat di sekitar 40 besar" imbuh Daulat.
Turut hadir dalam pertemuan ini Badan Pengembangan Hukum Nasional (BPHN), Ditjen Peraturan Perundang-undangan dan Lembaga Pembiayaan serta Lembaga Jasa Keuangan untuk diajak berdiskusi dan mengkaji untuk mendapatkan statement terbaik untuk pembentukan RUU yang sesuai dengan Ketetapan MK.
Suwandi mewakili Lembaga Pembiayaan serta Lembaga Jasa Keuangan mengungkapkan untuk mengantisipasi dampak yang timbul akibat putusan Mahkamah Konsistusi (MK) banyak terjadi multitafsir, ini, kata Dia akan membuat lesu usaha jasa pembiayaan keuangan.
" Kalau sudah begini bagaimana kita dapat mendorong kemudahan berusaha" " ucapnya.
Menurutnya, multitafsir ini harus diterjemahkan secara keseluruhan agar masyarakat memahami tentang perjanjian yang telah dilakukan dengan jasa pembiayaan keuangan.Dia juga mengusulkan dalam rancangan Undang - undang (RUU) ini dapat mengambil marwah dari uu jaminan fidusia yang sudah ada.
"Perlu dibahas perubahan undang - undang( UU )Jaminan Fidusia terkait nomenklatur dan ruang lingkup yang lebih luas untuk mencakup seluruh masyarakat agar kedepan tidak ada yang dirugikan dalam perjanjian" ucap Suandi.
Sementara itu Iwan supriadi, Kepala Subdit Fidusia Ditjen AHU mengungkapkan diskusi ini menjadi usulan penting bagi pembangunan kontruksi RUU jaminan benda bergerak, menurutnya, Ditjen AHU perlu menggali usulan-usulan untuk kesempurnaan RUU jaminan benda bergerak.
" ini adalah cara Ditjen AHU untuk menggali usulan RUU jaminan benda bergerak" ujar Iwan.
Dia mengungkapkan Ditjen AHU hanya sebagai pelaksana UU jaminan benda bergerak, menurutnya, semua pihak harus ikut andil dalam pembahasan RUU jaminan benda bergerak agar hasil UU nantinya tidak berakibat merugikan masyarakat dan pihak - pihak lainnya.
" Ditjen AHU hanya menjalankan UU jaminan yang saat ini masuk dalam UU jaminan fidusia" ungkap Iwan.
Sejalan dengan itu, Indri Prametaswari guritno dari Hadiputranto, Hadinoto and Partners (HHP Law Firm) ikut menyambut baik upaya pemerintah membuat RUU jaminan benda bergerak. Menurutnya, banyak hal yang harus dijelaskan kepada masyarakat terkait pentingnya perjanjian dalam pembiayaan keuangan.
" saya berharap ini segera cepat disahkan agar dapat menjawab multitafsir atas putusan MK terhadap UU jaminan fidusia" ungkapnya
Dirinya juga mengajak seluruh pemangku kepentingan terhadap jaminan benda bergerak ini dapat memberikan kontrol baik sebelum RUU disahkan menjadi UU.
" kita mencari masukan sebanyak - banyaknya agar dalam penyusunan naskah nanti dapat terpenuhi semua unsur kepentingan dimasyarakat dan pengusaha jasa pembiayaan keuangan" tutupnya.