LOMBOK – Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terus meningkatkan kesadaran Korporasi untuk segera menyampaikan informasi pemilik manfaat atau Beneficial Ownership (BO) dari korporasi tersebut kepada Ditjen AHU, salah satu jenis Korporasi yang harus menyampaikan informasi tersebut adalah Koperasi.
Analis Permasalahan Hukum, Pranudio mengatakan penyampaian informasi pemilik manfaat dari koperasi merupakan bentuk transparasi dari sebuah badan hukum. Hal ini juga untuk mencegah koperasi tersebut hanya dijadikan tempat pencucian uang dari hasil tindak pidana.
“Informasi pemilik manfaat yang disampaikan Koperasi kepada Ditjen AHU adalah hasil identifikasi dan verifikasi dari Koperasi itu sendiri, bukan Notaris yang harus mengidentifikasi dan memverifikasi siapa pemilik manfaat dari Koperasi, akan tetapi sesuai dengan Permenkumham Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris, Notaris dalam rangka penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari Korporasi wajib mengenali pengguna jasa dalam hal ini Koperasi yang hadir menghadap Notaris.” kata dia, Selasa (18/2/2020).
Dia menjelaskan dalam hal penyampaian informasi pemilik manfaat dari Koperasi dilakukan pada saat Koperasi tersebut melakukan permohonan pengesahan pendirian melalui Sistem Pelayanan Administrasi Korporasi yang ada di Ditjen AHU yang dinamakan aplikasi Koperasi.
Terkait dengan berpindahnya pengesahan Koperasi dari Kemenkop menjadi Kemenkumham dikarenakan hal tersebut adalah amanah dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, yang mengamanahkan bahwa untuk pengesahan pendirian, perubahan dan pembubaran Koperasi dilakukan di Ditjen AHU Kemenkumham, akan tetapi kewenangan penyuluhan, pembinaan dan pengawasan tetap berada di Kemenkop dan Dinas Koperasi.
“Bahwa terkait penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari Koporasi, khususnya Korporasi yang berbentuk koperasi, Kemenkop dan Kemenkumham menjalin kerjasama guna mewujudkan basis data pemilik manfaat yang akurat dan tersentral di Ditjen AHU, kerjasama tersebut di tuangkan kedalam bentuk Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama yang telah ditandatangani bersama pada tanggal 03 Juni 2019 antara Ditjen AHU dengan Deputi Bidang Kelembagaan.” Jelasnya.
Selain itu, kata dia, pada tanggal 27 September 2019 telah diundangkan Permenkumham 21 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Pengawasan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi, dimana bentuk pengawasan dari Permenkumham tersebut adalah pengawasan yang berbasis resiko tindak pidana pencucian uang.
“Dan dalam Permenkumham tersebut juga mengatur pemberian sanksi administrasi mulai dari pemblokiran sementara terhadap akses Sistem Pelayanan Administrasi Korporasi yang ada di Ditjen AHU maupun rekomendasi kepada Kementerian/ Lembaga yang mengeluarkan ijin oprasional untuk mencabut ijin usaha kegiatan suatu Korporasi baik Korporasi yang berbentuk Koperasi, Perseroan Terbatas, Persekutuan Komanditer dan lainnya.” ungkapnya.
Sementara itu, Plt. Deputi Bidang Perundang Undangan Kemenkop dan UKM, Henra Saragih mengatakan Beneficial Owner sesuai dengan kriteria Perpres No.13 tahun 2018 dirasa kurang tepat, seperti penerima SHU lebih dari 25 % yang tidak mungkin ada di dalam koperasi mengingat koperasi itu kumpulan beberapa orang dengan kepentingan yang sama.
“Saya pikir ini agak sulit dilakukan di koperasi dan memang terbukti bahwa ketika mendirikan koperasi dalam menentukan BO notaris meminta pengurus untuk menjadi BO, lalu mengingat bahwa koperasi tidak memenuhi syarat pada Perpres No.13 tahun 2018 kami akan lakukan koordinasi dengan Ditjen AHU terkait dengan penentuan BO dalam SABH pada Ditjen AHU yang dapat menentukan siapa pemilik manfaat sebenarnya.” Ujarnya.