Gorontalo - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Sub Direktorat (Subdit) Hubungan Internasional (HI) Direktorat Otoritas Pusat dan Hubungan Internasional (OPHI) sebagai bagian dari Panitia Tetap (Pantap) Indonesia melakukan diskusi dan kajian dibeberapa instansi terkait di dalam menggali kembali Cagar Budaya diwilayah Provinsi Gorontalo, dalam hal ini adalah Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Gorontalo dan Palang merah Indonesia (PMI) dalam rangka penyelamatan dan perlindungan aset aset Cagar Budaya yang sudah berubah fungsi.
Kajian ini mempunyai maksud dan tujuan untuk mencari referensi dalam penyusunan data yang komperhensif untuk perlindungan Cagar Budaya yang kemudian dibuat sebuah rumusan pembentukan hukum bertujuan untuk mencegah dari berbagai tindakan yang dapat merusak cagar budaya dari efek konflik bersenjata di Provinsi Gorontalo.
“Saya tidak pernah berpikiran bahwa kajian kami akan segera selesai dan beberapa tahun kedepan akan terus menjelajah” kata Kepala Seksi Hukum Humaniter Azharuddin.
Dari kajian tersebut selanjutnya buatkan list dan konten klasifikasi secara khusus supaya nantinya akan termonitor benda cagar mana yang dilindungi baik dari masyarakat atau pemerintah secara utuh serta serius dalam mengimplementasikan UU Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan, sambungnya.
Menurut Kepala Balai BPCB Gorontalo Zakaria Kasimin, ada beberapa bangunan militer yang merupakan Cagar Budaya namun belum jelas dalam pemanfaatan dan pengembangannya dari bangunan tersebut, contohnya seperti bangunan Kodim yang tetap melakukan koordinasi ke BPCB pada saat akan melakukan pengembangan bangunan. Namun karena itu tidak sesuai dengan UU Cagar Budaya Nomor 1 Tahun 2010 maka pengembangan tersebut tidak dapat ditindak lanjuti(27/06/2019).
Dirinya menambahkan mengenai bentuk perlindungan secara langsung belum ada, namun koordinasi antara pihak sipil dan militer tetap terjalin, pihak Kodim sendiri tetap berkewajiban melakukan perlindungan dan pemeliharaan terhadap bangunan yang dikuasai.
Dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) juga memiliki kendala karena kurangnya jumlah personil dalam melaksanakan kinerjanya. Untuk mempermudah TACB dalam bekerja, TACB melakukan kerjasama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) khususnya Dinas Kebudayaan dengan membentuk Tim Pendaftar yang bertugas mengambil semua deskripsi seluruh data objek dalam daftar cagar budaya dan kemudian diserahkan ke BPCB. Tapi justru titik permasalahannya ada di Pemda.
“Ketika sudah baik, bagus koordinasinya antara BPCB dengan Pemda ternyata ada rotasi pegawai Pemda”, ungkap Zakaria.
Dalam kajian tersebut Zakaria mengharapkan adanya kerjasama antara pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam bentuk MOU Pelestarian Cagar Budaya karena tidak sedikit bangunan kolonial dikuasai oleh pihak TNI, kemudian bangunan Cagar Budaya dimasukkan dalam perjanjian internasional untuk dilindungi dan tidak boleh dimusnahkan.
Sementara itu BPCB Gorontalo berupaya dalam melindungi Cagar Budaya yang ada dengan cara menempatkan petugas juru pelihara, mengamankan dengan cara membuat pagar batas sebagai pengaman, mengkonservasi benda Cagar Budaya dimana Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan sampai saat ini belum ada.
Ditempat lain Tim Seksi Hukum Humaniter Ditjen AHU juga melakukan dialog bersama PMI Provinsi Gorontalo (28/06/2019), membahas mengenai UU Nomor 1 Tahun 2018 yang sangat memberikan dampak bagi Provinsi Gorontalo karena merasa terbantu, khususnya pada unit pelayanan transfusi darah, diharapkan kedepannya dengan hadirnya UU Nomor 1 Tahun 2018 bisa berinovasi lagi dan PMI ada semacam akreditasi untuk membangun SDM dan fasilitas yang dimiliki dalam melayani masyarakat.
Apalagi adanya UU Nomor 1 Tahun 2018 ditingkat Kabupaten Kota sangat terbantu meskipun dalam menjalankannya terdapat tantangan dalam soal pendanaan yang sampai saat ini masih mengandalkan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah (APBD), dengan adanya perlindungan Cagar Budaya ini diharapkan menjadi sumber pendapatan daerah yang berasal dari wisata yang bernuansa sejarah, menurut Boby Ahsan perwakilan PMI Kabupaten Gorontalo.
“Potensi warisan budaya dan Cagar Budaya Gorontalo memang harus dipertahankan, dan kami mendukung Pantap Indonesia dalam merealisasikan Undang Undang mengenai Perlindungan Cagar Budaya yang ada di Indonesia”, tutup Wakil Ketua Bidang Organisasi PMI Provinsi Gorontalo Ishak Liputo.