Jakarta-Kuasa hukum pemerintah diwakili Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bersama kuasa hukum eks organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menyerahkan dokumen kesimpulan dalam sidang lanjutan gugatan HTI, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta, Kamis 19 April 2018.
"Dokumen kesimpulan setebal 147 halaman sudah kami serahkan," ujar kuasa hukum pemerintah I Wayan Sudirta, seusai sidang yang berjalan cepat gelombang demo massa HTI.
I Wayan mengatakan, bahwa dalam sidang kesimpulan di PTUN diberikan dua opsi. Yakni pembacaan kesimpulan oleh pihak Penggugat yaitu HTI maupun Tergugat yaitu pemerintah diwakili Kemenkumham. Atau hanya menyerahkan dokumen kesimpulan dari masing-masing kuasa hukum. Alhasil, disepakati hanya penyerahan dokumen kesimpulan.
Menurutnya, pihak pemerintah tidak bertindak sewenang-wenang mencabut status badan hukum HTI. Sebab, menurutnya, status badan hukum HTI ini dicabut ber-dasarkan peraturan yang berlaku. Pencabutan Status Badan Hukum Perkumpulan HTI dilakukan berdasarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017, tertanggal 10 Juli 2017.
“Perppu Nomor 2 Tahun 2017 sama sekali tidak ada kesewenang-wenangan atau arogansi, segalanya sesuai dengan aturan yang berlaku dan kaidah Hukum Administrasi Negara,” ujarnya.
Adapun dari segi keabsahan objek gugatan dalam perkara, telah sesuai dan ber-dasarkan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Namun, menurutnya, HTI justru menggugat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang secara hukum telah memenuhi syarat-syarat keabsahan.
“Diuraikan juga dalam Kesimpulan Tim Kuasa Hukum pemerintah bahwa latar belakang pencabutan status badan hukum HTI sesuai Hukum Tata Negara. Pan-casila selaku Ideologi Negara, Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta Bentuk Negara Republik Indonesia tidak dapat diubah,” tutur I Wayan Sudirta.
Tim Kuasa Hukum pemerintah lainnya Hafzan Taher menambahkan, telah diketahui dalam persidangan bahwa sebelum status badan hukumnya dicabut. Penggugat telah melakukan upaya-upaya untuk mendirikan negara trans-nasional Islam. Bahkan mengembangkan dan menyebarluaskan suatu paham atau sistem yang bertentangan dengan Pancasila.
“Itu semuanya ada dalam bukti-bukti dan fakta-fakta persidangan ini,” ungkapnya.
Bukti-bukti tersebut, Hafzan Taher menyebutkan, di antaranya adalah video-video, buletin-buletin, matriks mengenai kegiatan HTI. Maka berdasarkan bukti-bukti hal-hal yang telah disampaikan, telah membuktikan apa yang menjadi latar belakang dicabutnya status badan hukum HTI.
Maka dengan adanya latar belakang tersebut, untuk melindungi kepentingan bangsa yang lebih besar. Menurutnya sudah tepat status badan hukum Penggugat dicabut berdasarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017.
Tim Kuasa Hukum pemerintah lainnya Teguh Samudera juga mengungkapkan, bahwa Pancasila bila digantikan oleh paham (ideologi) lain, maka persatuan dan kesatuan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika akan hilang. Jika keinginan HTI tercapai untuk mendirikan negara trans-nasional Islam. NKRI tidak ada lagi.
“Ini semua untuk menjaga keutuhan Negara serta menjaga Persatuan dan Kesatu-an,” ucapnya menegaskan. "Berdasarkan hal-hal tersebut, maka dalam dokumen kesimpulan ini kami mohon agar Majelis Hakim menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya,” tambahnya lagi.
Selanjutnya, persidangan perkara Pencabutan Status Badan Hukum Perkumpulan HTI (No.211/G/201/PTUN.JKT) di Pengadilan Tata Usaha Negara dipimpin oleh Majelis Hakim Tri Cahya Indra Permana, Nelvy Christin dan Roni Erry Saputro. Sidang lanjutan pembacaan putusan gugatan HTI akan digelar pada Senin 7 Mei 2018.
Tim kuasa hukum pemerintah berharap, Majelis Hakim PTUN dapat menolak guga-tan HTI untuk seluruhnya. Sebab integritas Hakim PTUN tidak akan terpengaruh oleh hal-hal di luar bukti-bukti persidangan.
“Termasuk tidak akan terpengaruh dengan banyaknya massa eks HTI yang menghadiri persidangan,” tutur I Wayan Sudirta.