Jakarta - Sidang lanjutan gugatan atas pencabutan badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) selaku penggugat, kembali digelar Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, pada Kamis 29 Maret 2018. Pemerintah selaku tergugat diwakili Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menghadirkan 3 saksi ahli.
Di antaranya adalah saksi ahli bidang administrasi pemerintahan dari Direktur Jen-deral Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dir-jen Dukcapil Kemendagri) Zudan Arif Fakhrulloh, saksi ahli Hukum Tata Negara Prof. DR. Satya Arinanto, SH, MH, saksi ahli fakta Dr. Ainur Rofiq.
Dalam keterangannya, Zudan Arif Fakhrulloh menjelaskan bahwa keputusan pemerintah yang diterbitkan atas nama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) mencabut badan hukum HTI.
Sesuai dengan surat keputusan Menkumham Nomor AHU-30.AHA.01.08.2017 ten-tang pencabutan keputusan Menkumham Nomor AHU-00282.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian perkumpulan. Menurutnya, sudah memenuhi 3 kriteria dasar yang ada di dalam Undang-Undang (UU) Administrasi Pemerintahan.
“Yaitu UU Nomor 30 tahun 2014,” tutur Zudan Arif Fakhrulloh.
Dirjen Dukcapil Kemendagri ini melanjutkan, keputusan yang dilakukan pemerinta-han mencabut badan hukum HTI sudah terpenuhi. Hal itu dilihat dari aspek kewenangan, aspek prosedur, dan aspek substansinya sudah benar semuanya.
Dalam persepektif yang lebih luas, Zudan Arif Fakhrulloh melanjutkan, keputusan mencabut badan hukum HTI dilakukan pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada seluruh warga negara.
“Sebagaimana amanat konstitusi bahwa negara sudah berjanji untuk melindungi segenap bangsa,” ujarnya.
Zudan Arif Fakhrulloh menjelaskan juga, negara harus dijaga agar Negara KEatuan Republik Indonesia (NKRI) ini tetap utuh. NKRI itu bersifat final dan harga mati. Maka seluruh ormas seluruh Indonesia tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.
“Oleh karena itu semua ormas yang membahayakan NKRI dan semua ormas bertentangan dengan Pancasila. Sudah semestinya sesuai UU Administrasi Peme-rintahan dicabut badan hukumnya oleh pemerintah,” ujarnya.
***
Lebih lanjut dalam persidangan, kuasa hukum Kemenkumham I Wayan Sudirta sempat bertanya kepada saksi ahli Hukum Tata Negara Prof. DR. Satya Arinanto, SH, MH. Jika ideologi negara Pancasila diganti. Apakah eksistensi negara akan hilang?
Satya Arinanto menjelaskan, negara merupakan pengejawantahan Tata Hukum Nasional.
Maka jika Tata Hukum Nasional berubah, maka negara juga ikut berubah.
“Banyak sekali perubahan di dunia ini. Ada negara seperti Soviet pecah menjadi banyak negara. Kita sangat heterogen. Jika sampai pecah, sangat tidak menguntungkan. Saat ini dalam kondisi apapun kita harus bersyukur bahwa kita hidup nikmat dalam negara berlandaskan Pancasila,” tuturnya.
Fungsi Pancasila dan UUD 1945 bagi NKRI sesuai dalam menjalankan kehidupan negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara sudah tercantum dalam alinea ke-4 UUD 1945. Kesepakatan Final, sah, dan mengikat seluruh bangsa Indonesia.
Paham ideologi khilafah HTI tidak dapat bersanding bersama ideologi NKRI dan Pancasila. Saksi ahli hukum tata negara ini bahkan memandang paham ideologi HTI jika dilihat dari UU Ormas bertentangan dengan Pancasila.
“Ya. Itu bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,” tutur Satya Arinanto.
***
Sedangkan menurut saksi ahli fakta dari NU Dr. Ainur Rofiq mengungkapkan, secara pribadi tidak setuju jika HTI mengganti Pancasila dan NKRI dengan Khilafah menurut HTI.
Ia mengungkapkan, Khilafah yang dibacanya sehari-hari dengan disosialisasikan Hizbut Tahrir jauh berbeda.
Saksi ahli fakta itu memandang Khilafah menurut Hizbut Tahrir membentuk sistem kenegaraan yang anti demokrasi, membedakan perempuan, membedakan hak-hak non muslim, tidak suka parlemen, dan selalu kecenderungan membuat surat mengkritik melemahkan pemerintahan.
“Kalau mau dibubarkan saya setuju, monggo,” ujarnya. “Namun nanti kita rangkul agar mereka orang HTI, misalkan masuk menjadi anggota NU membina dan mem-perbaiki bangsa,” Ainur Rofiq menambahkan.
Sidang akan dilanjutkan pada hari kamis, 5 April 2018 dengan agenda mendengarkan Ahli dari para pihak Pemerintah dan penambahan bukti surat kedua belah pihak.