Bintaro - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) melalui Direktorat Otoritas Pusat Hukum Internasional (OPHI), menggelar rapat Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik atau Mutual Legal Asistance (MLA) Indonesia-Swiss mengenai penerjemahan perjanjian ke dalam bahasa Indonesia. Turut hadir dalam pertemuan itu lembaga pemerintah lainnya seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian dan Kementerian Luar Negeri RI.
Cahyo R. Muzhar selaku Plt. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum mengatakan bahwa dalam menerjemahkan perjanjian, tidak semua kata-kata dalam satu bahasa akan dapat diterjemahkan langsung ke bahasa lain, khususnya ke dalam bahasa Indonesia. Apalagi terkait istilah hukum karena sistem hukumnya saja sudah berbeda.
Cahyo berharap perjanjian yang telah disepakati kedua negara ini tidak perlu lagi diperdebatkan. “Tidak perlu memperdebatkan hal-hal kecil karena prinsipnya tanpa treaty saja bisa kerja sama, apalagi dengan treaty. Yang terpenting adalah menjaga hubungan baik kedua negara, karena percuma punya treaty jika hubungan diplomatik kedua negara tidak baik.”
Plt. Dirjen AHU ini juga menekankan pentingnya catatan perundingan atau records of discussion, karena dapat menjadi rujukan atas kesepakatan kedua negara dalam suatu perjanjian. “Tahapan yang dianggap paling sulit dalam perundingan adalah mendapatkan kesepakatan dari kedua negara. Maka records of discussion perlu dibuat sejelas mungkin” tambahnya.
“Dalam perundingan perjanjian MLA antara Indonesia dan Rusia di Moscow tahun lalu, terdapat perbaikan konsep records of discussion yang tadinya dibuat sangat general oleh tuan rumah. Tim perunding perlu membahasnya lebih lanjut sampai mendapatkan konsep yang sesuai” contohnya.
Sumarsono selaku Kepala Subdirektorat Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana menambahkan records of discussion juga idealnya ditandatangani oleh masing-masing ketua juru runding.
Salah satu penerjemahan pasal yang dibahas berkaitan dengan permintaan catatan hakim atas kasus hukum yang terjadi di Indonesia. Andi Eva selaku Kepala Seksi Penanganan Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana menjelaskan maksud permintaan tersebut, bahwa pihak Swiss bisa meminta catatan pengadilan yang menurut sistem hukum Indonesia bisa diberikan.