JAKARTA - Dalam Rangka Peringatan Hari Ibu (PHI) ke-89, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melakukan upacara bagi seluruh Aparatur Sipil Negera (ASN). Seluruh ASN terutama laki-laki pun diingatkan untuk mengenang dan menghargai kaum perempuan Indonesia yang juga sudah berjasa dalam merebut kemerdekaan.
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Enny Nurbaningsih mengatakan tekad dan perjuangan kaum perempuan untuk mewujudkan kemerdekaan dilandasi oleh cita-cita dan semangat persatuan kesatuan menuju kemerdekaan Indonesia yang aman, tentram, damai, adil dan makmur sebagaimana dideklarasikan pertama kali dalam Kongres Perempuan Indonesia pada tanggal 22 Desember 1928 di Yogyakarta.
“Peristiwa ini sekaligus sebagai tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia dan diperingati setiap tahunnya, baik di dalam dan luar negeri. Komitmen pemerintah juga dibuktikan dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 316 Tahun 1959, yang menetapkan bahwa tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu sekaligus Hari Nasional bukan hari libur,” kata Enny saat menjadi pembina upacara di Kantor Kemenkumham, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (22/12/2017).
Menurut dia, PHI juga menunjukkan bahwa perjuangan kaum perempuan Indonesia, telah menempuh proses yang sangat panjang dalam mewujudkan persamaan peran dan kedudukannya dengan kaum laki-laki. Baik perempuan dan laki-laki merupakan sumber daya manusia dan potensi yang turut menentukan keberhasilan pembangunan.
Momentum Hari Ibu, kata dia, juga harus dijadikan sebagai refleksi dan renungan tentang berbagai upaya yang telah dilakukan dalam rangka memajukan pergerakan perempuan di semua bidang pembangunan. Perjalanan panjang selama 89 tahun, telah mengantarkan berbagai keberhasilan bagi kaum perempuan dan kaum laki-laki dalam menghadapi berbagai tantangan global dan multidimensi, khususnya perjuangan untuk mewujudkan kesetaraan gender di Indonesia.
“Arti penting lainnya dari PHI adalah upaya untuk mewariskan nilai-nilai luhur dan semangat perjuangan yang terkandung dalam sejarah perjuangan kaum perempuan kepada seluruh masyarakat Indonesi, terutama generasi penerus bangsa agar mempertebal tekad dan semangat untuk Bersama-sama melanjutkan dan mengisi pembangunan, dengan dilandasi semangat persatuan dan kesatuan,” ujarnya.
Dia menjelaskan perempuan dan laki-laki memiliki peran serta kedudukan yang setara di dalam mencapai tujuan negara memperjuangkan kesejahteraan di semua bidang pembangunan seperti bidang pendidikan, ekonomi, sosial, politik, dan hukum. Perempuan dan laki-laki juga mempunyai kesempatan, akses serta peluang yang sama, sebagai sumberdaya pembangunan sebagaimana target yang harus dicapai dalam tujuan pembangunan nasional jangka menengah dan jangka panjang maupun tujuantujuan pembangunan berkelanjutan sampai tahun 2030.
“Pada PHI ke-89 ini mari kita meningkatkan akses ekonomi bagi perempuan menuju perempuan mandiri, sejahtera dan bebas dari kekerasan serta peningkatan ketahanan keluarga untuk mewujudkan keluarga yang kuat dalam berbagai bidang seperti kesehatan, ekonomi, pendidikan, kehidupan keluarga, kehidupan bermasyarakat dan kuat dalam menyikapi perbedaan budaya,” jelasnya.
Tak hanya itu, perempuan juga memiliki peran besar dalam situasi dan kondisi bangsa Indonesia yang saat ini sedang dihadapi yakni darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak. Masalah ini dapat diselesaikan dengan bekerjasama, bergotong royong, saling membantu dan bahu membahu untuk mencapai hasil yang lebih baik.
“Kita mempunyai keinginan dan kemauan yang kuat untuk sendiri maupun bersama-sama menghindari, tidak melakukan, dan menghentikan semua bentuk kekerasan dalam ranah pubik maupun domestik,” ungkapnya.
Lebih jauh, Enny menambahkan perlu juga pelibatan dan peningkatan peran kaum laki-laki serta keluarga dalam pembangunan. Hal ini menjadi bagian yang penting dalam rangka penghapusan segala bentuk diskriminasi, tindak kekerasan lainnya dan berbagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa.
“Sebagai contoh, maraknya berbagai persoalan bangsa dan kompleksitas masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat seperti kekerasan termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO), pornografi, Infeksi dan lainnya yang disebabkan karena runtuhnya pondasi ketahanan dalam keluarga. Peran keluarga dituntut lebih diperkuat, dibarengi dengan penanaman nilai-nilai kekeluargaan,” tutupnya.