YOGYAKARTA – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) masih terus membahas draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Usaha. Draf ini sendiri akan dibahas oleh DPR pada masa sidang di 2018 mendatang.
Kepala Bagian Program dan Pelaporan (Kabag P2) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kemenkumham, Fredy Hendrata mengatakan RUU Badan Usaha sebagai pendorong agar kemudahan berusaha di Indonesia menjadi lebih baik. Pada RUU Badan Usaha ini ada tiga regulasi yang menjadi sorotan yakni regulasi starting business, getting credit dan resolving insolvency.
“Ini semua demi mencapai Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia bisa menembus posisi 40 besar dunia oleh World Bank. Selain itu, demi mendorong iklim perekonomian Indonesia untuk bisa terus tumbuh,” kata Fredy di Hotel Grand Ambarrukmo Yogyakarta, Senin (11/12/2017).
Kemenkumham dalam hal ini Ditjen AHU yang mendapatkan kepercayaan menyusun draf RUU Badan Usaha sudah membentuk tim kecil dalam penyusunan kajian naskah akademik. Namun masih ada keterbatasan bagi Kemenkumham untuk bisa segera menyelesaikan RUU Badan Usaha ini secara cepat.
“Untuk itu kami mengadakan pertemuan dengan pakar UGM untuk membahas RUU Badan Usaha dan mendapatkan masukan,” ujarnya.
Selain RUU Badan Usaha, kata dia, Kemenkumham juga sudah mengajukan revisi terhadap beberapa UU demi kemudahan berusaha dan sudah masuk dalam Prolegnas 2019. UU yang akan dilakukan revisi yakni UU Perseroan Terbatas, UU tentang Firma dan CV serta Persekutuan Perdata.
Sementara, Kepala Sub Bagian Kelembagaan dan Reformasi Birokrasi Ditjen AHU, Oryza menyampaikan kajian naskah akademik RUU Badan Usaha sudah dilakukan sejak September 2017, namun masih mencakup visi dan misi dari para pimpinan di Kemenkumham.
“Dalam melakukan penyusunan kami memerlukan masukan dari para pakar agar RUU Badan Usaha bisa sesuai dengan latar belakangnya demi mempercepat pembangunan ekonomi, terutama dalam hal peningkatan peringkat EoDB Indonesia,” jelasnya.
Dia menjelaskan bentuk-bentuk badan usaha yang nantinya akan diakomodir oleh RUU Badan Usaha yakni PT, persekutuan perdata, CV berbadan hukum, CV tidak berbadan hukum, Firma, Limited Liability Partnership (LLP) dan koperasi.
“Khusus koperasi kami hanya melakukan registrasi di Kemenkumham sementara pembinaan tetap berada di Kementerian Koperasi,” ungkapnya.
Pakar Ekonomi dari UGM, Nindyo Pranomo mengatakan dirinya menyamput baik adanya RUU Badan Hukum yang sedang dibahas ini. Namun dalam pembahasan RUU ini perlu kajian yang mendalam dan tidak bisa dikerjakan dalam waktu singkat.
“Definisi perusahaan atau korporasi banyak terdapat di banyak aturan perundang- undangan, sehingga pengertian yang berbeda-beda tersebut menimbulkan adanya ketidaksinkronan. Perbedaan-perbedaan tersebut akan dikritisi, dirumuskan menjadi satu dalam RUU Badan Usaha,” tuturnya.
Lebih jauh dia mengungkapkan pada RUU Badan Usaha ini banyak sekali UU yang bisa diharmonisasikan. Sehingga RUU Badan Usaha bisa menjadi satu peraturan dalam kemudahan berusaha demi membangun perekonomian Indonesia.