JAKARTA - Kuasa hukum pemerintah, Hafzan Taher menilai gugatan yang diajukan oleh perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sudah tidak memiliki legal standing untuk diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Menurut dia, contoh yang diberikan kuasa hukum HTI yang mempersoalkan PTUN mempunyai karakteristik berbeda dalam menyidangkan badan hukum tidaklah benar.
"Tidak ada Undang-Undang yang menyebutkan acara PTUN berbeda untuk status badan hukum. Undang-Undang itu berlaku umum, dimana saat surat (SK pencabutan perkumpulan HTI) itu keluar langsung mati (tidak bisa menggugat)," kata Hafzan usai sidang pembacaan replik oleh penggugat di PTUN, Jalan A Sentra Primer Baru, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (7/12/2017).
Dia menjelaskan sudah dikeluarkannya SK Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-30.A.01.08 Tahun 2017 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-00282.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan HTI tertanggal 19 Juli 2017, seharusnya HTI tidak bisa menggugat.
Seharusnya, sambung dia, HTI mengajukan gugatan tidak sebagai perkumpulan lagi. Namun melalui seseorang yang ada dan berkepentingan dengan HTI.
"Pihak yang mengajukan gugatan bukan dia (perkumpulan HTI) yang mengajukan gugatan sama seperti di Mahkamah Konstitusi (MK). Seharusnya orang yang ada dan berkepentingan yang bisa mengajukan gugatan. Kan begitu seharusnya," ujarnya.
Dalam sidang tersebut, HTI melalui kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra menyampaikan replik atas jawaban tergugat. Pada repliknya, Yusril menyampaikan jawaban tergugat mengenai HTI mengajukan gugakan tidak memiliki legal standing karena sudah dibubarkan tidaklah tepat. Hal ini didasari karena HTI sudah dibubarkan melalui SK yang akhirnya menjadi objek sengketa dan menimbulkan kerugian bagi HTI.
Selain itu, Yusril pun memberikan contoh jika seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dipecat sepihak masih bisa mengajukan gugatan SK pemecatannya ke PTUN.
Menanggapi hal ini, Taher menjelaskan contoh yang disampaikan kuasa hukum HTI juga tidak tepat. Alasannya, PNS masih bisa menggugat atas nama pribadi bukan lagi sebagai PNS Kemenkumham.
"Namun jika PNS itu sudah meninggal tidak bisa menggugat, pihak yang bisa menggugat itu ahli warisnya," jelasny.
"Yang menggugat itu bukan dia (pihak yang dirugikan) itu sendiri, subjeknya (pihak yang menggugat) salah itu. Kalau dalam objek (SK) itu tidak mematikan dia. Dia tetap hidup sebagai subjek," tambahnya.
Lebih jauh, dia menambahkan pihaknya akan segera menyusun duplik untuk menjawab replik penggugat disertai bukti-bukti yang valid.
"Kitakan punya hak menyampaikan duplik. Bukti kita seharusnya setelah ini (pembacaan replik), namun tertunda karena principal (pihak penggugat) mau menyampaikan replik," tutupnya.
Sidang gugatan HTI terkait SK Menkumham terkait pembubaran perkumpulan HTI akan dilanjutkan pada Kamis pekan depan tanggal 14 November 2017.