JAKARTA - Kerjasama di negara-negara Asia Tenggara atau ASEAN sudah memasuki umur ke 50 tahun. Namun problematika yang terjadi terhadap sesama negara anggota ASEAN tidak hanya terjadi pada bidang sosial dan budaya saja, namun juga mulai merambah ke masalah hukum.
Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) AHU, Agus Nugroho Yusup mengatakan sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia siap menjadi barometer negara-negara ASEAN lainnya dalam hal penegakan hukum internasional.
"Indonesia harus menjadi contoh yang baik kepada para negara ASEAN. Tindakan Indonesia di ASEAN akan memberikan pengaruh yang sangat besar di mata internasional," jelasnya saat membuka acara diskusi ASEAN 50Th: Reflection of The Past Five Decades for Foture Integration, di Kantor Kemenkumham, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (26/10/2017).
Kepala Subdit Ekstradisi dan Pemindahan Narapidana Direktorat Otoritas Hukum Pusat dan Hukum Internasional (OPHI) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Maktub mengatakan permasalahan hukum sering menjadi polemik sesama anggota ASEAN. Untuk itu, lanjutnya, kerjasama dibidang hukum harus menjadi tahapan baru sesama anggota ASEAN yang sudah menginjak usia 50 tahun. Dia menjelaskan salah satu kerjasama bidang hukum yakni Mutual Legal Assistance (MLA) yang sudah ditandatangani oleh negara-negara ASEAN. Bahkan, tambahnya, Indonesia merupakan salah satu inisiator berdirinya kerjasama timbal balik dalam masalah pidana se-ASEAN.
"Negara–negara ASEAN menyadari perlunya meningkatkan solidaritas kohesivitas dan efektifitas kerja sama, sehingga kerja sama dalam ASEAN tidak hanya berfokus pada kerjasama lainnya dibidang keamanan dan sosial," kata Maktub
Kepala Sub Direktorat Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana Direktorat OPHI, Sumarsono menjelaskan kerja sama dalam hukum internasional seperti MLA saat ini merupakan tugas pokok dan fungsi dari Direktorat OPHI. Hingga kini, Direktorat OPHI masih terus berkoordinasi dengan lembaga setara milik negara-negara ASEAN dalam memperkuat MLA.
"Kami terus membangun komunikasi dengan lembaga-lembaga setara di negara-negara ASEAN untuk bisa menjaga MLA tetap berjalan," ujarnya.
Sedangkan Ahli Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Raden Maisa Yudono mengatakan hubungan internasional antara negara-negara ASEAN dapat ditinjau dari historis dalam konteks kekinian serta upaya integrasi regional. Sehingga perlu ada pendekatan berbeda setiap negara dalam membangun kerjasama dalam bidang hukum.
"Setiap negara punya historis yang berbeda sehingga ada cara berbeda pula jika ingin membangun hubungan dalam bidang hukum," ungkapnya.
Untuk diketahui, ASEAN MLA TREATY sendiri ditandatangi oleh enam negara anggota ASEAN yakni Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Indonesia, Filipina dan Vietnam pada 29 Desember 2004 silam. Indonesia sendiri merupakan inisiator pada ASEAN MLA TREATY.
Acara ini sendiri dihadiri oleh Badan Esekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum dan Fisip Universitas Indonesia (UI).