
JAKARTA – Harapan Gloria Natapraja Hamel untuk menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) setelah gugatan ibundanya terkait Pasal 41 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan ditolak Mahkamah Konstitusi (MK) masih terbuka.
Cara terakhir yang bisa ditempuh oleh Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang bertugas di upacara peringatan HUT ke-71 RI di Istana Negara, 17 Agustus 2016 silam melalui naturalisasi untuk bisa menjadi WNI.
Kasi Analisa dan Pertimbangan Pewarganegaraan Direktorat Tata Negara Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Alfik mengatakan ada beberapa langkah seseorang termasuk Gloria untuk bisa mendapatkan hak WNI. Pertama, harus terus memperpanjang Kartu Ijin Tetap Sementara (Kitas) dalam jangka waktu lima tahun berturut-turut. Kitas ini, kata dia, harus diperpanjang setiap setahun sekali dan tidak boleh terlambat.
“Saat masih memiliki Kitas jangan sampai telat memperpanjang ijin setahun sekali, karena akan terkena penambahan ijin tinggal nantinya. Setelah lima tahun, Warga Negara Asing (WNA) baru bisa mendapatkan Kartu Ijin Tinggal Tetap (Kitap) dan bisa mengajukan Surat Keterangan Keimigrasian (SKIM) jika ingin mendapatkan naturalisasi,” kata Aflik, Rabu (6/9/2017).
Dia menjelaskan langkah selanjutnya WNA harus meminta surat keterangan dari kedutaan besar negaranya, surat keterangan sehat dari rumah sakit, meminta Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari kepolisian dan melampirkan akta kelahiran yang dilegalisir, KTP dari negara asal serta pas foto. Kemudian mengajukan surat permohonnan yang ditujukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), membayar Penerima Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 50 juta dan surat pernyataan bisa berbahasa Indonesia, Pancasila serta UUD 1945.
“Semua persyaratan itu diajukan ke Kanwil Kemenkumham dimana WNA itu tinggal. Di kanwil berkas itu akan ditangani tim terpadu yang terdiri dari kanwil, kepolisian, imigrasi, dukcapil dan pajak,” ujarnya.
Tim terpadu ini, lanjut dia, kemudian akan memanggil WNA yang bersangkutan untuk memverifikasi dan menguji WNA. Penguji akan bertanya tentang pengetahuan terhadap bahasa Indonesia, Pancasila, sejarah Indonesia, UUD 1945 dan visi misi.
“Setelah diuji akan diberikan nilai, apapun hasilnya tim terpadu akan mengirimkan hasilnya kepada Menkumham yang ditujukan ke Direktorat Tata Negara Subdit Pewarganegaraan. Disini akan dilakukan penelitian berkas,” tuturnya.
Alfik menuturkan setelah berkas selesai diteliti dan dicocokkan, Menkumham kemudian mengirimkan berkas kepada Badan Intelejen Negara (BIN) untuk mendapatkan rekomendasi. Apapun hasil dari rekomendasi BIN kemudian dikembalikan lagi ke Menkumham untuk selanjutnya dilaporkan kepada presiden melalui Sekretariat Negara (Setneg).
“Jika presiden menerima rekomendasi dari BIN dan setuju, maka akan turun SK presiden WNA yang bersangkutan mendapatkan hak sebagai WNI. Selanjutnya mereka akan disumpah,” jelasnya.
Dia menjelaskan rekomendasi dari BIN biasanya paling cepat memakan waktu 6 bulan setelah surat rekomendasi dari Menkumham masuk. Namun tidak menutup kemungkinan, rekomendasi dari BIN bisa memakan waktu bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan BIN harus memverifikasi apakah berkas yang disampaikan WNA sesuai dengan kenyataan atau tidak.
“Kebanyakan naturalisasi yang ditolak melalui rekomendasi BIN karena tidak menuliskan secara benar sesuai kenyataan di lapangan. Sehingga diharapkan WNA yang ingin mendapatkan naturalisasi untuk menuliskan data dan fakta sesuai dengan di lapangan,” imbuhnya.
Lebih jauh, Alfik menyampaikan bagi WNA yang sudah mendapatkan WNI diharapkan untuk bisa menjadi warga negara yang baik, mencintai Indonesia dan jangan sampai melakukan tindak pidana.