
Bagi anda yang ingin memulai usaha dengan modal terbatas kini tak perlu khawatir. Sebab, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sudah menerbitkan peraturan untuk menekan biaya jasa hukum notaris dalam pendirian Perseroan Terbatas (PT) bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Dalam Permenkumham 3 Tahun 2017 yang ditandatangani pada 31 Maret 2017 tertulis, biaya jasa hukum notaris bagi UMKM dengan modal dasar paling banyak Rp 25 juta hanya dikenakan Rp 1 juta. Sementara, untuk UMKM bermodal dasar paling banyak Rp 1 miliar, dikenakan Rp 5 juta.
Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Agus Nurgoho Yusup, mengatakan inovasi ini adalah upaya mendorong kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB), yang sudah ditetapkan Presiden Joko Widodo masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi IX.
“Inovasi ini demi mendukung perekonomian nasional yang menjadi perhatian Presiden Joko Widodo,” kata Agus dalam sosialisasi 'Ease of Doing Business (Mudahnya Berbisnis di Indonesia) 2018' di Hotel Westin, Jakarta, Senin (15/5).
Acara juga dihadiri oleh Vice President BNI, Herry Sidharta, Direktur Perdata Ditjen AHU Kemenkumham, Daulat P Silitonga dan 300-an tamu undangan dari Ikatan Notaris Indonesia, Perhimpunan Advokat Indonesia dan Pengurus Indonesia.
Agus menjelaskan, inovasi yang dilakukan Kemenkum HAM adalah tiga dari total sepuluh aspek dalam EoDB, yakni Permulaan Bisnis (starting business), Penerimaan Kredit (getting credit) dan Penyelesaian Kepailitan (resolving insolvency). Penekanan biaya jasa hukum notaris masuk dalam aspek Permulaan Bisnis.
Adapun inovasi dalam Penerimaan Kredit adalah layanan online untuk penerima fidusia, kuasa dan wakilnya dalam hitungan menit. Sementara inovasi dalam Penyelesaian Kepailitan yakni pembaruan tarif kurator dalam Permenkumham Nomor 2 Tahun 2017 tentang Imbalan Jasa Kurator dan Pengurus.
Dengan semua inovasi ini, Agus berharap peringkat Indonesia dalam survei EoDB oleh Bank Dunia pada 2018 bisa meningkat.
“Presiden berharap Indonesia menembus peringkat 40,” ujar Agus. Pada 2016, Indonesia berada di peringkat 106 dari 189 negara, dan meningkat menjadi urutan 91 pada 2017.
Dalam sesi diskusi, Silitonga mengatakan, peningkatan peringkat Indonesia dalam survei Bank Dunia sebenarnya masih bisa dimaksimalkan lagi.
“Ternyata salah satu faktor (penyebab kurang maksimal) karena responden yang terpilih dalam survei tidak mengetahui perkembangan dan inovasi-inovasi baru yang dilakukan dalam mendukung pelayanan publik terkait EoDB, termasuk oleh Kemenkumham,” ujar Silitonga.
Inovasi baru tersebut, misalnya, proses pemesanan nama PT hingga penerbitan Surat Keputusan (SK) yang hanya membutuhkan waktu 7 menit, dari sebelumnya 207 hari; perubahan modal dasar perseroan (PP Nomor 29 Tahun 2016); dan penerapan tarif PNBP di lingkungan Kemenkum HAM (PP Nomor 45 Tahun 2016).
Jika pelaku usaha mengetahui inovasi-inovasi ini, kata Silitonga, peringkat Indonesia dalam survei EoDB Bank Dunia bahkan bisa melebihi peringkat 40. “Targetnya peringkat 35,” ujar Silitonga.