Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema the convention on The Civil Aspects of International Child Aduction (The 1980 Convention): Langkah Maju Menuju Perlindungan Hak Anak dibuka oleh Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna Laoly. Selain itu narasumber yang berpartisipasi antara lain Anselmo Reyes (Representative HCCH Asia Pasific Regiono, Prof. Zaleha Kamarudin (Akademisi dari International Islamic University Malaysia), Hakim dan Mahkamah Agung, KPAI, dan MUI serta testimoni dari KPC Melati (Seorang Ibu WNI yang mengalamai penculikan anak oleh mantan suami yang berwarganegara asing). Acara tersebut dihadiri oleh hakim-hakim pengadilan negeri, Kementerian terkait, akademisi, para praktisi dan dihadiri pula oleh beberapa perwakilan dari keduataan besar asing di Indonesia yaitu dari Negara Maroko, Jepang, Singapura, Turki, Malaysia, dan Amerika Serikat.
Kepastian hukum sebagai salah satu kebutuhan mendasar dalam memenuhi kebutuhan interaksi lintas batas negara dimaksud menjadi sebuah kebutuhan mendesak yang harus diwujudkan oleh semua negara dalam rangka menjamin “personal security” setiap orang sebagai warga negara. Sebagai bagian dari komunitas internasional, Indonesia mempunyai kewajiban untuk hadir bagi aktifitas setiap warga negaranya yang berinteraksi secara global. Kewajiban ini tertuang dalam berbagai bentuk aturan-aturan domestik maupun menjadi bagian dari kesepakatan Internaional.
Semakin meningkatnya aktifitas interaksi global antar negara tersebut, menyebabkan meningkatnya pernikahan campuran Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA). Hal ini memiliki potensi menimbulkan masalah hukum dalam hal pengasuhan anak jika terjadi perceraian. Putusnya perkawinan campuran karena perceraian yang diikuti dengan adanya hak pemeliharan anak, baik pemeliharaan anak yang hanya dilakukan oleh salah satu orangtua (sole custody) maupun pemeliharaan anak secara bersama antara kedua orangtua (joint custody) membawa akibat yang tidak menguntungkan, baik terhadap anak-anak yang dilahirkan, maupun terhadap kedua orangtua dan kerabat.
Seringkali apabila salah satu orangtua tidak puas akan putusan pemeliharaan anak yang dijatuhkan oleh pengadilan, ia malarikan anak-anak tersebut ke negara di luar tempat kediaman sehari-hari (habitual residence) si anak dan membawanya ke negara lain atau ke negara asalnya untuk selamanya. Akibatnya si anak akan kehilangan kontak dengan orangtua lainnya. Child abduction atau dikenal juga dengan istilah parental kidnapping merupakan penculikan yang dilakukan oleh salah satu orangtua dari anak yang orangtuanya telah bercerai ataupun belum bercerai. Disebut dengan “penculikan” karena salah satu orangtua menghilangkan/merebut/membawa anak ke lokasi lain yang tidak diketahui oleh pihak lainnya, yang bertujuan untuk menyangkal hak asuh atau kunjungan dari orangtua yang lain. Salah satu instrumen internasional yang mengatur child abduction adalah Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction 1980.
Saat ini Indonesia belum memiliki landasan untuk melakukan kerjasama dengan negara lain dalam menangani “penculikan anak” yang dilakukan oleh salah satu orangtua yang melibatkan yurisdiksi asing dan belum memiliki instrumen hukum nasional yang mengatur secara khusus mengenai penculikan anak yang dilakukan oleh salah satu orangtua. Tujuan utama dari konvensi ini dimaksudkan untuk melindungi anak-anak secara internasioanl dari pengaruh yang membahayakan karena pemindahan mereka dari habitual residence, khususnya pengaruh psikologis bagi anak.
Berdasarkan KUHP Pasal 330, yang dinamakan penculikan anak ialah penculikan oleh orang asing (diluar orangtua) dimana dalam hal ini dikategorikan sebagai tindak pidana. Hal inilah yang menyulitkan bagi para orangtua yang anaknya “diculik” oleh istri atau suami atau mantan istri/suami untuk memproses hal tersebut di Indonesia. Di Indonesia, kasus-kasus terkait Child Abduction oleh orangtua pada akhirnya sangat sulit untuk diselesaikan apabila sang anak telah dibawa ke luar negeri.
Dari riset yang dilakukan KPAI pada tahun 2016, salah satu masalah mendasar dari perceraian adalah rendahnya indeks ketahanan keluarga. Dari 2 juta perkawinan pertahun, 15% nya berakhir dengan perceraian. Dari kasus-kasus perceraian tersebut, menyebabkan banyaknya kasus penelantaran anak, child abduction dan kasus lainnya terkait anak. Anak dari hasil kawin campur lebih rentan mengalami child abduction dibandingkan anak yang orangtuanya berasal dari satu negara. Dari data KPAI tahun 2016, terdapat pengaduan kasus sengketa antara pasangan kawin campur yang melibatkan anak sebanyak 356 kasus yang terdata.
Hak inilah yang menjadi permasalahan saat ini dan menjadi latar belakang dilakukannya kajian oleh pemerintah Indonesia terhadap salah satu instrumen hukum perdata Internasional terkait penculikan anak yaitu The Hague Convention Of 25 Oktober 1980 on The Civil Aspects of International Child Abduction (The 1980 Convention) yang merupakan salah satu konvensi di dalam Hague Conference on Private International Law Conference De La Haye De Droit International Prive (HCCH).
Kajian yang disusun oleh Pemerintah Indonesia terkait The 1980 Convention tersebut di selenggarakan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI dalam hal ini Direktorat Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum bekerjasama dengan kementerian terkait lainnya antara lain Kementerian Sosial, Kemenko OMK, KPAI, Bareskrim Polri Unit II PPA, MA, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Sekretariat Negara, dan Kementerian Luar Negeri. Hasil dari kajian tersebut akan disampaikan rekomendasi kepada Presiden RI terkait rencana aksesi konvensi tersebut.
Dalam rangka memperdalam pemahaman, mendapatkan masukan serta pedoman untuk mempertajam kajian dalam menjawab permasalahan hukum yang ada terkait kompatibilitas The 1980 Convention dengan Hukum Nasional Indonesia. Diperlukan masukan, pendapat, dan pemikiran narasumber dari berbagai disiplin ilmu maupun praktek kelembagaan. Oleh sebab itu maka Kementerian Hukum dan HAM RI memandang perlu untuk menyelenggarakan Focus Group Discussion FGD pada tanggal 16 November 2016 di Jakarta dengan tema the convention on The Civil Aspects of International Child Aduction (The 1980 Convention): Langkah Maju Menuju Perlindungan Anak.
Hasil dari FGD tersebut diharapkan dapat menjadi bagian penting dari referensi yang pada akhirnya akan turut menentukan rekomendasi kepada Presiden RI terkait rencana aksesi The Hague Convention of 25 October 1980 on The Civil Aspects of International Child Abduction (The 1980 Convention) oleh Pemerintah Indonesia.