
Wina, 20 Oktober 2016 - Lagi-lagi Indonesia menunjukkan “taringnya” dalam international meeting yang diselenggarakan oleh Pertemuan ke-8 Konferensi Negara Pihak Konvensi PBB Menentang Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (COP ke-8 UNTOC) di Wina, Austria pada 17–21 Oktober 2016. Di bawah pimpinan Ketua Delegasi Indonesia, Dubes/Watap RI untuk Austria Rachmat Budiman, Indonesia menegaskan perlu komitmen global untuk mengatasi kejahatan transnasional yang terorganisir, termasuk tidak terbatas pada kejahatan perikanan, korupsi, pencucian uang, penyeludupan manusia, perdagangan orang, perdagangan narkoba yang telah menimbulkan ancaman bagi keamanan dan ekonomi negara.
Hadir dalam Pertemuan ke-8 COP UNTOC ini lebih dari 200 delegasi negara pihak, negara peninjau dan organisasi internasional terkait. Pertemuan membahas pelaksanaan UNTOC dan 3 (tiga) Protokolnya oleh negara-negara pihak, termasuk bentuk dan perkembangan baru kejahatan lintas negara, kerja sama internasional, bantuan teknis, serta aspek finansial dan pendanaan kegiatan.
Pada pertemuan tersebut, Otoritas Pusat, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM, diundang sebagai Panelis dalam agenda salah satu dari 8 agenda Working Group (WG) untuk Technical Assistance pada isu “Sharing the best practices and challenges in implementing:
(a) International cooperation for purposes of confiscation (art. 13 of the UNTOC)
(b) Disposal of confiscate proceeds of crime or property (art. 14 of the UNTOC)”.
Penunjukkan Otoritas Pusat sebagai Panelis didasarkan pada peran aktif Otoritas Pusat selama ini dalam kerjasama hukum dibawah kerangka UNTOC dengan negara lain melalui mekanisme Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLA) dan Ekstradisi. Selain itu Indonesia mewakili Kelompok Asia Pasifik yang disandingkan dengan Rumania sebagai Panelis yang diajukan oleh kelompok Western European and Others Group (WEOG) dalam WG tersebut.
Keberhasilan menjalankan kerjasama internasional ini ditunjukkan dengan beberapa contoh kasus yang dibacakan ringkas oleh Panelis dari Indonesia, antara lain:
a. Permintaan MLA Pemerintah Indonesia kepada Pemerintah USA terkait dengan beberapa kasus terorisme.
b. Dieksekusinya permintaan Ekstradisi Pemerintah USA kepada Pemerintah RI untuk mengekstradisi Lim Yong Nam, seorang warga negara Singapura ke USA (2014-2016), atas kasus penipuan, penyeludupan senjata, dll yang merugikan Pemerintah USA.
c. Dieksekusinya Musayev Samir dari Indonesia kepada Pemerintah Uzbekistan atas dasar tindak pidana perdagangan orang.
d. Dan beberapa kerjasama bilateral lainnya dalam bentuk WG dengan negara lain.
Lebih khusus dalam agenda tersebut, Panelis dari Indonesia menunjukkan kepada negara anggota akan keberhasilan upaya perampasan asset hasil tindak pidana pencucian uang melalui mekanisme MLA pada kasus Bank Century sejak tahun 2009 hingga saat ini, khususnya di jurisdiksi Bailliwick of Jersey. Upaya perampasan aset ini menggunakan dasar UNTOC sebagai legal basis.
Panelis juga menekankan bahwa perbedaan sistem hukum bukanlah satu-satunya alasan atau alasan paling penting untuk menghentikan asistensi/bantuan hukum kepada negara yang meminta. Komitmen dalam upaya perampasan aset merupakan “the smooth way for the process of confiscation”, dibandingkan hanya mempermasalahkan perbedaan sistem hukum untuk menolak proposal MLA dari negara lain.
Selain itu disampaikan juga kepada negara-negara anggota bahwa upaya perampasan aset tidak efektif jika tidak ada komunikasi yang baik yang dapat menggunakan sarana email, telepon dan kunjungan/casework meeting.
Namun dalam negeri sendiri, Indonesia memiliki kewajiban untuk memastikan koordinasi dalam domestic process tetap berjalan. Indonesia memahami jika proses hukum di dalam negeri tidak selesai, Indonesia tidak dapat meminta pembekuan aset atau perampasan aset. Indonesia juga memahami bahwa negara yang dimintakan bantuan juga dalam posisi yang difficult untuk membantu Indonesia, mengeluarkan biaya untuk pengacara dan sumber daya serta waktu untuk terus mengupate ke Indonesia atas permintaan MLA dari Indonesia.
Sesi WG tersebut dipimpin oleh Thomas Burrows (USA), moderator Dimosthenis Chrysikos (UNODC). Dalam hal ini Indonesia boleh berbangga karena pengalaman yang disampaikan oleh Indonesia melebihi praktek yang pernah dilakukan di Rumania dan sebagian besar negara anggota UNTOC lainnya. Pengalaman Indonesia juga dijadikan contoh bahwa tingginya biaya memerangi TOC adalah karena tidak efektifnya pendekatan 'follow the suspect' dalam mengurangi tingkat kejahatan jika pendekatan ini tidak dilengkapi dengan upaya perampasan aset.