Kuta Bali, 19 Oktober 2015 – Pada acara Semiloka Grasi sebagai Mekanisme Penanggulangan Over Kapasitas Pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Di Seluruh Indonesia, Menteri Hukum dan HAM Yassona H. Loaly dalam sambutannya mengatakan bahwa Lembaga Pemasyarakatan adalah lembaga pendidikan untuk membina bukan membinasakan. “Kita mengubah Narapidana menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat. Kalau kita berhasil membina napi menjadi masyarakat yang taat hukum maka kita berhasil. Kalau tidak maka kita “fail” gagal”, yang disampaikan oleh Menkumham Yassona dihadapan peserta semiloka yang terdiri dari Kalapas, Karutan, Karubasan meliputi Kanwil Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur bertempat di Bali Dynasty Resort yang diselenggarakan oleh Direktorat Pidana Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM.
Tupoksi dan wewenang yang diemban dalam menerapkan “sistem pemasyarakatan” dengan baik, tepat, efektif dan efesien. Dalam tataran penerapannya tidak hanya mencakup aspek pembinaan terhadap terpidana, namun juga mencakup aspek pelayanan terhadap tahanan, pembimbing warga binaan dan klien pemasyarakatan, serta perawatan barang-barang milik warga binaan atau yang menjadi barang bukti.
Mencermati posisi dari criminal justice system dengan peran penting pemasyarakatan yakti reintegrasi sosial terpidana, hal itu sebagai upaya merubah kondisi terpidana melalui proses pembinaan dan memperlakukan dengan memanusiawikan perlindungan hak-hak terpidana.
“Peningkatan angka tahanan dan narapidana terjadi setiap tahunnya, meskipun jumlah UPT dan kapasitasnya ditambah, namun tidak dapat membendung lonjakan penghuni lapas dan rutan. Pada data terakhir bulan Januari 2015, over capacity menembus angka 150%”, lanjut Yassona
Dari sisi keuangan negara, masalah over capacity ini semakin besar biaya yang harus ditanggung negara untuk membiayai penghuni lapas dan rutan. Begitu pula masalah aspek keamanan, ketertiban dan ketentraman serta aspek kesehatan penghuni di dalam lapas dan rutan.
Masalah over capacity cukup memprihatinkan, manum berdasarkan peraturan perundang-undangan over capacity dapat dikurangi dengan remisi dan grasi. Dengan grasi setiap terpidana memiliki hak yang dapat diajukan kepada presiden, sejauh pemohon memenuhi ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2002 tentang Garasi.
“Lembaga pemasyarakatan adalah lembaga pendidikan dan pembangunan yang mendidik narapidana menjadi manusia yang baik budi pekertinya dan mengubah narapidana menjadi manusia pembangunan, minimal menjadi manusia yang bermanfaat ketika kembali ditengah-tengah masyarakat. Dengan peran pemasyarakatan demikian, maka kualitas para aparatur pemasyarakatan harus lebih baik daripada narapidana itu sendiri”, harap Menkumham.
“Untuk itu, kepada para pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan “moving forward” terus bergerak maju kedepan dalam peningkatan perbaiakan sistem pemasyarakatan”, himbau Yassona. Yang perlu kita perlukan adalah sinergitas dan cooperation/kerjasama kedalam dan keluar, serta transparan dan inovasi-inovasi baru dalam melaksanakan tugas dengan mengimplementasikan semangat “Kami PASTI”, ucap Yassona. Dengan demikian kegiatan “Semiloka Grasi Sebagai Mekanisme Penanggulangan Over Kapasitas pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan di Seluruh Indonesia” secara resmi dibuka ditandai dengan pemukulan gong oleh Menkumham. (noe)