BATAM - Badan hukum Perseroan Peroangan yang diluncurkan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) pada akhir tahun 2021 dinilai sebagai tanda kebangkitan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan telah mendapatkan 19 ribu pendaftar.
Direktur Jenderal (Dirjen) AHU, Cahyo R. Muzhar mengatakan jumlah pendaftar yang sudah mencapai 19 ribu Perseroan Perorangan masih tergolong kecil dibandingkan dengan jumlah UMKM di Indonesia yang mencapai lebih dari 64 juta UMKM. Padahal, Perseroan Perorangan merupakan solusi bagi para pelaku UMKM yang ingin usahanya memiliki badan hukum.
"Untuk itu, sosialisasi Perseroan Perorangan harus lebih ditingkatkan dan dipastikan tepat sasaran terutama kepada para pelaku UMKM, sehingga para pelaku UMKM bisa teredukasi untuk segera mendaftarkan usahanya berbadan hukum," kata Cahyo saat membuka Rapat Koordinasi Target Kinerja Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Bidang Administrasi Hukum Umum Tahun 2022 di Batam, Rabu (23/3/2022).
Dirinya menjelaskan salah satu kelebihan Perseroan Perorangan yakni memberikan perlindungan hukum melalui pemisahan kekayaan pribadi dan perusahaan dalam bentuk pernyataan modal. Selain itu, Perseroan Perorangan juga memudahkan para pelaku UMKM dalam mengakses pembiayaan dari perbankan, khususnya pada Himpunan Bank Negara (Himbara).
"Saat ini, pendirian UMKM berbadan hukum sangat mudah. Cukup dengan mengisi form pernyataan pendirian secara elektronik di laman Ditjen AHU tanpa perlu ke notaris. Biaya yang diperlukan untuk mendirikan Perseroan Perorangan sangat terjangkau, yaitu Rp50 ribu dan bebas menentukan besaran modal usaha," tambahnya.
Cahyo mengatakan selain Perseroan Perorangan, penyebaran informasi layanan Kewarganegaraan, Pewarganegaraan, Partai Politik, dan Apostille juga merupakan taget kinerja yang harus dicapai Ditjen AHU.
"Layanan Apostille yang akan mulai aktif pada awal bulan Juni nanti, akan menggantikan layanan legalisasi yang telah ada pada saat ini. Aksesi Konvensi Apostille yang dilakukan merupakan bentuk nyata pemangkasan birokrasi sebagaimana arahan Persiden Joko Widodo, sekaligus bentuk kesadaran kita untuk menerapkan standar yang berlaku di dunia internasional sebagai bagian dari komunitas global," ujarnya.
Pada kesempatan ini, Cahyo juga menekankan untuk bisa segera mencapai pelaksanaan Pengawas Wilayah dan Daerah terkait penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) oleh Notaris di wilayah serta optimalisasi pelaporan dan pemutakhiran data Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) melalui Aplikasi PPNS di Kanwil Kemenkumham.
Terkait penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) oleh notaris, kata Cahyo, sangat berkaitan dengan upaya Indonesia untuk menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF) sebagaimana arahan Presiden Jokowi. Hal ini mengingat Indonesia yang saat ini memegang Presidensi G20, menjadi satu-satunya negara anggota G20 yang belum menjadi anggota FATF.
"Perlu dipahami bahwa apabila Indonesia tidak berhasil menjadi anggota FATF, maka Indonesia terancam tidak memperoleh investasi baik melalui badan pengelola dana investasi milik negara (sovereign wealth fund) maupun investasi langsung atau investasi asing (foreign direct investment). Hal tersebut disebabkan Indonesia tidak memperoleh trust dari investor luar negeri atau lembaga keuangan dunia karena dianggap bukan negara yang aman untuk berinvestasi," kata dia.
Lebih lanjut, Cahyo menambahkan bahwa notaris yang menjadi salah satu profesi harus mendapat pengawasan dan ditetapkan sebagai salah satu pihak pelapor untuk melaporkan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan melalui aplikasi goAML yang dibangun oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hal ini merupakan bagian dari upaya mencegah terjadinya TPPU dan TPPT.
"Notaris diwajibkan untuk menerapkan prinsip dalam proses perusahaan jasa keuangan dan manajemen investasi untuk mengetahui toleransi risiko, pengetahuan investasi, dan posisi finansial calon nasabahnya (Know Your Customer) atau PMPJ. Penerapan PMPJ dilakukan antara lain dengan mengisi form customer due diligence untuk mengetahui latar belakang penghadap dan mendeteksi adanya kemungkinan terjadinya transaksi keuangan yang mencurigakan," kata dia.
Sementara itu. Sekretaris Ditjen AHU, Mohamad Aliamsyah menambahkan bahwa Divisi Pelayanan Hukum dan HAM di berbagai Kanwil Kemenkumham adalah corong utama di daerah untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait produk layanan hukum yang terus dikembangkan oleh Ditjen AHU, hal ini kata Ali merupakan merupakan langkah strategis yang dilakukan aku Ditjen AHU dalam mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat.
"Yankum adalah corongnya Ditjen AHU didaerah, oleh karena itu sangat penting bagi semua jajaran Yankum untuk mendukung penyebaran, sosialisasi terkait layanan-layanan di Ditjen AHU" Tambahnya.
Ali berharap rapat ini dapat menciptakan sinergisitas antara Ditjen AHU dengan Kanwil Kemenkumham, terutama pada Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, sehingga kualitas pelayanan kinerja yang berkaitan dengan administrasi hukum umum di wilayah dapat meningkat dan mencapai target. Forum koordinasi ini merupakan salah satu rangkaian atas dua pagelaran Rapat Koordinasi yang dibagi ke dalam 2 zonasi. Pasalnya, pembagian zonasi ini dilakukan atas dasar pandemi yang masih berlangsung di Indonesia, sehingga rapat dapat dilaksanakan sesuai dengan protokol kesehatan.
"Walaupun gelombang Covid-19 telah mengalami tren penurunan, protokol kesehatan tetap diterapkan sebagai langkah preventif tanpa harus mengurangi kualitas rapat yang dijalankan" tutup Ali.