
“Jangan takut beralih ke jabatan fungsional. Dijamin menang banyak…!!”
Pada pembacaan pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo Periode 2019-2024, salah satu rencana kebijakan Pemerintah adalah melakukan pemangkasan beberapa jabatan struktural setingkat eselon 3 dan eselon 4 serta peralihan pegawai ke jabatan fungsional. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan efisiensi dan efektifitas birokrasi yang lebih dinamis. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menargetkan hal ini terlaksana pada Juni 2020. Hal ini cukup menjadi bahan perhatian oleh banyak pihak, mengingat jabatan fungsional merupakan jabatan yang kurang diminati dibandingkan dengan jabatan struktural atau jabatan pelaksana (JP).
Beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya minat pegawai terhadap jabatan fungsional adalah pemikiran pegawai yang menganggap sulitnya mencapai target angka kredit yang disyaratkan untuk bisa naik golongan pangkat. Di satu sisi, jabatan fungsional memang lebih mudah naik golongan dibanding dengan jabatan pelaksana (JP). Karena jabatan fungsional dapat naik golongan dalam kurun waktu 2 tahun apabila mencapai angka kredit yang ditetapkan, sedangkan JP membutuhkan 4 tahun sekali untuk dapat naik golongan. Misal, PNS Golongan III/a yang diangkat tahun 2019, jika dia merupakan JP maka dia akan naik golongan secara otomatis (jalur reguler) menjadi Gol III/b pada tahun 2023. Apabila dia merupakan jabatan fungsional, pegawai tersebut dapat naik golongan menjadi III/b di tahun 2021 dengan syarat mencapai angka kredit yang ditetapkan, demikian seterusnya. Namun, meski jabatan fungsional mempunyai tunjangan kinerja yang lebih tinggi dibanding jabatan pelaksana, tetap saja pegawai cenderung memilih aman di JP. Terlebih lagi ada aturan apabila pegawai jabatan fungsional dalam 2 tahun (diberi kesempatan 2 tahun tambahan) tidak bisa mencapai angka kredit yang ditetapkan, maka si pegawai tersebut akan kembali dialihkan ke jabatan pelaksana.
Padahal, faktanya ada banyak kelebihan dari jabatan fungsional yang dapat menjadi pertimbangan pegawai. Jabatan fungsional mempunyai alur karir yang lebih jelas, demikian juga dengan penjenjangannya. Jabatan fungsional dapat naik golongan/pangkat jauh lebih cepat 2 kali lipat dibanding jabatan pelaksana. Selain itu, terdapat peluang memperoleh kepangkatan lebih tinggi, mulai dari jenjang pertama, muda, madya dan utama. Semua uraian tugas dari jabatan fungsional sudah terukur dan tertera di dalam butir-butir kegiatan jabatan fungsional tersebut. Ditilik dari aspek kesejahteraan, pemangku jabatan fungsional akan mendapat tunjangan fungsional yang besarnya bervariasi sesuai dengan jenis jabatan fungsional. Semakin “berat” pekerjaan jabatan fungsional tersebut, maka semakin tinggi pula grade jabatan tersebut. Semakin tinggi jabatan fungsional, semakin tinggi pula tunjangannya. Jadi, sistem remunerasinya lebih memadai dan berkeadilan sesuai dengan pekerjaannya.
Selain itu, pemangku jabatan fungsional juga memiliki motivasi lebih tinggi dalam meningkatkan keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan jabatan fungsional yang diikuti, juga mempunyai peluang untuk mengembangkan gagasan/ide kreatif lebih luas. Hal ini tentunya dapat menjadi faktor pendorong bagi pegawai untuk semakin meningkatkan kualitas diri dan kinerjanya yang secara tidak langsung juga meningkatkan kualitas dan kinerja organisasi. Istimewanya lagi, seorang pemangku jabatan fungsional juga dapat menduduki jabatan struktural, jadi tidak hanya jabatan pelaksana saja yang dapat menduduki jabatan struktural. Bahkan, apabila saat pemangku jabatan fungsional menjadi pejabat struktural, kapan pun dia diperbolehkan untuk kembali ke jabatan fungsional, dan angka kreditnya yang lama tetap bisa dilanjutkan untuk diakumulasikan kemudian. Sedangkan, pemangku jabatan pelaksana meski sudah memiliki masa kerja yang cukup lama, belum tentu bisa menjadi pejabat struktural, karena porsi atau kuota jabatan struktural di suatu organisasi juga terbatas. Itu sebabnya, terdapat pegawai yang sudah memiliki masa kerja puluhan tahun hanya bisa sampai pada Golongan IV/a saja, sedangkan pemangku jabatan fungsional dapat mencapai golongan lebih tinggi lagi dengan masa kerja yang lebih singkat.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah mengenai perampingan organisasi dan peralihannya ke jabatan fungsional, untuk mengimplementasikan program tersebut, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam hal ini Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Pelaksana sedang melakukan proses pembentukan Jabatan Fungsional Kurator Keperdataan di bawah Balai Harta Peninggalan. Sejauh ini, Kementerian Hukum dan HAM RI hanya memiliki 9 jabatan fungsional yang memang rumahnya berada di Kementerian Hukum dan HAM RI dengan total pemangku jabatan sebanyak 6141 orang. Diantaranya adalah jabatan Perancang Peraturan Perundang-undangan, Penyuluh Hukum, Pemeriksa Merek, Pemeriksa Paten, Pemeriksa Desain Industri, Pembimbing Kemasyarakatan, Asisten Pembimbing Kemasyarakatan, Analis Keimigrasian, dan Pemeriksa Keimigrasian. Sedangkan pemangku jabatan fungsional lainnya berjumlah total 1731 orang.
Balai Harta Peninggalan merupakan unit teknis memiliki tugas dan fungsi di bidang perwalian, pengampuan, ketidakhadiran dan harta peninggalan yang tidak ada kuasanya, waris, wasiat, pengelolaan dana pihak ketiga, serta kurator dalam kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang yang pada dasarnya memang perlu dilakukan penataan dalam struktur organisasinya jauh sebelum Pemerintah sekarang membuat kebijakan perampingan organisasi melalui pemangkasan eselonisasi. Hal tersebut dilandasi oleh surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor: B/205/M.KT.01/2018 tanggal 21 Maret 2018 hal Penataan Unit Teknis (UPT) Balai Harta Peninggalan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mengamanahkan penataan organisasi dan penguatan tugas dan fungsi BHP dengan membentuk jabatan fungsional tertentu untuk menggantikan tugas dan fungsi Anggota Teknis Hukum (ATH) pada Balai Harta Peninggalan. Hal ini dikarenakan dalam struktur organisasi BHP terdapat jabatan ATH yang kedudukannya sebagai pejabat struktural Eselon III b tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor PER/18/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Organisasi Unit Teknis Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian.
Saat ini, upaya tersebut sudah mencapai tahap proses penetapan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Jabatan fungsional yang akan menggantikan ATH tersebut diberi nama Jabatan Fungsional Kurator Keperdataan, dan masuk ke dalam Rumpun Hukum dan Peradilan. Jabatan Fungsional Kurator Keperdataan adalah PNS yang diberi tugas untuk menangani dan melaksanakan secara mandiri masalah perwalian, pengampuan, ketidakhadiran, harta peninggalan yang tidak ada kuasanya, pendaftaran wasiat, pembuatan surat hak waris, dan kurator dalam kepailitan serta penampung dana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan data yang diperoleh, Tim Pembentukan Jabatan Fungsional Kurator Keperdataan memproyeksikan kebutuhan pegawai akan jabatan fungsional ini sejumlah 252 orang untuk 3 tahun ke depan. Pemangku jabatan fungsional ini akan ditempatkan di 5 Balai Harta Peninggalan yakni Medan, Jakarta, Surabaya, Semarang dan Makassar.
Ada beberapa cara untuk dapat menjadi Jabatan Fungsional Kurator Keperdataan yaitu melalui Pengangkatan Pertama (rekrutmen CPNS), perpindahan dari jabatan lain, penyesuaian (inpasssing), serta melalui promosi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kualifikasi Pendidikan yang dibutuhkan oleh jabatan ini adalah lulusan Sarjana Hukum dan Sarjana Akuntansi. Mengingat cakupan tugas dan fungsi dari Jabatan Fungsional Kurator Keperdataan ini sangat luas dan banyak, dapat dipastikan bahwa pemangku jabatan fungsional ini tidak akan kesulitan dalam mencapai target angka kreditnya.
Pekerjaan dari Jabatan Fungsional Kurator Keperdataan ini akan menjadi sentra utama dari pelaksanaan tugas dan fungsi Balai Harta Peninggalan. Kurator Keperdataan ini akan menjadi jabatan fungsional pertama di Direktorat Jenderal AHU. Ini menjadi daya tarik tersendiri bagi Jabatan Fungsional Kurator Keperdataan, karena selain pekerjaan yang menantang pemangkunya untuk dapat terus mengembangkan potensi diri, jabatan ini juga merupakan jabatan fungsional tertutup. Hal ini berarti jabatan ini hanya terbuka bagi pegawai Direktorat Jenderal AHU sebagai instansi pembina dan direktorat lain di Kementerian Hukum dan HAM RI. Jadi, tidak ada kesempatan bagi siapapun di luar dari Kementerian Hukum dan HAM RI. Dengan demikian, pegawai di Direktorat Jenderal AHU mempunyai kesempatan lebih besar untuk dapat meningkatkan kualitas dan mengembangkan potensi diri dengan keuntungan yang diperoleh dari Jabatan Fungsional Kurator Keperdataan ini. Diantaranya adalah tunjangan yang lebih besar dengan grade tinggi, naik golongan/pangkat lebih cepat dan lebih tinggi dari Jabatan Pelaksana, memiliki tugas yang sudah terukur dan terarah, kesempatan mengembangkan potensi diri melalui pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan kurator keperdataan, juga memiliki batas usia pensiun lebih tinggi yakni bisa mencapai 65 tahun, lebih lama jika dibanding batas usia pensiun pejabat pelaksana/administrasi dan pejabat pimpinan tinggi. Satu lagi, pejabat fungsional Kurator Keperdataan tetap berkesempatan menjadi pejabat struktural saat ada open bidding. Mengapa harus takut beralih ke jabatan fungsional jika lebih banyak untungnya? Menang banyak kan?
Jadi, bagaimana? Tertarik menjadi Jabatan Fungsional Kurator Keperdataan?
Penulis : Elsaida Sari Manalu, S.H (19921104 201901 2 001)
Analis Kepegawaian Ahli Pertama
Mentor : Susi Liza Febriani, S.H., M.H (19720225 199803 2 001)
Kepala Subbagian Mutasi dan Administrasi Jabatan