![](https://portal.ahu.go.id/uploads/735_500_703867_2.jpg)
Bali - Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Cahyo R Muzhar mengatakan, masuknya Indonesia dalam keanggotaan Hague Conference on Private International Law (HCCH) akan menjawab kebutuhan organisasi internasional dalam mendorong penguatan politik hukum perdata internasional dan penguatan diplomasi hukum, diplomasi ekonomi, serta pengembangan perdagangan internasional dan investasi.
‘’Saya meyakini dengan masuknya Indonesia ke dalam keanggotaan HCCH akan mendorong banyak faktor termasuk penguatan diplomasi ekonomi untuk mendorong iklim investasi serta penguatan pengembangan perdagangan secara Internasional’’ kata Cahyo dalam Focus Group Discussion (FGD) di Nusa Dua Bali (19/4/2024).
Konferensi Den Haag atau HCCH tentang Hukum Perdata Internasional Kata Cahyo, merupakan salah satu forum yang dapat memberikan manfaat bagi Indonesia, namun Dirinya menyayangkan hingga saat ini Indonesia belum termasuk salah satu keanggotan HCCH.
‘’Kita semua tahu Indonesia sebagai leading player di ASEAN dan aktif di forum internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Group of Twenty (G20) maka seharusnya kita juga mendorong keanggotaan Indonesia dalam forum HCCH tersebut,’’ ucapnya.
Cahyo mengungkapkan, 8 tahun lalu terdapat 40 konvensi di HCCH dimana Indonesia belum menjadi anggota salah satu konvensi tersebut, namun Indonesia hanya menjadi anggota dari konvensi Apostille yang baru saja di retiviasi keanggotaannya.
‘’Indonesia belum lama ini menjadi anggota dari konvensi Apostille, ternyata banyak juga konvensi dibawah HCCH yang dirasa bermanfaat untuk Indonesia, contohnya untuk kemudahan berusaha (Recognition of Foreign Judgement Convention, eg), juga terkait Child Abduction yang tidak jarang terjadi dalam fenomena kawin campur yang semakin banyak terjadi di Indonesia," Ungkap Cahyo.
Cahyo menjelaskan masuknya Indonesia untuk menjadi anggota HCCH sudah digagas sejak lama (sejak Indonesia terlibat pertama kali secara formal dalam sidang HCCH pada tahun 1968 yaitu Session of Hague Conference of Private International Law atau sidang XI HCCH), namun urgensi dari keanggotaan Indonesia pada forum internasional HCCH baru dirasakan pada 2024 dalam Teknokratik RPJMN 2025-2029, khususnya pada Pilar Penerapan dan Penegakan Hukum.
‘’Pada konteks kekinian, urgensi keanggotaan Indonesia dapat dipetakan dalam 6 hal utama, yaitu penguatan politik hukum perdata Indonesia, penguatan diplomasi ekonomi, dan penguatan diplomasi hukum, pengembangan perdagangan internasional dan investasi, menyinergikan dengan keanggotaan Indonesia di UNIDROIT dan UNCITRAL, dan pemenuhan kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholders)’’ Jelasnya.
Lebih jauh Cahyo menerangkan, saat ini anggota HCCH berjumlah 91 negara. Di ASEAN, Malaysia merupakan negara pertama yang menjadi anggota HCCH pada tahun 2002, dan diikuti oleh Filipina pada 2010, Vietnam pada 2013, Singapura pada 2014 dan Thailand pada 2021. Keanggotaan Indonesia dalam organisasi internasional adalah bentuk partisipasi Indonesia dalam pergaulan internasional, sekaligus media untuk menyuarakan kepentingan nasional Indonesia di forum global. Adapun manfaat yang didapatkan Indonesia dengan menjadi anggota HCCH yakni mendapatkan akses prioritas untuk pendampingan dan bantuan teknis terkait pengaturan hukum perdata internasional. Memanfaatkan HCCH sebagai platform komunikasi. Memastikan bahwa kepentingan Indonesia dapat disuarakan dalam forum HCCH. Keanggotaan Indonesia pada HCCH dapat meningkatkan peran dan kinerja Indonesia pada fora internasional.
“Memanfaatkan HCCH untuk mempelajari substansi muatan instrumen-instrumen HCCH sebagai kerangka hukum dengan standar internasional. Keanggotaan Indonesia dalam HCCH berpotensi menjadi tonggak penting dalam pengembangan keilmuan hukum, dan untuk memperluas jaringan dan kerjasama dengan negara-negara anggota HCCH,” pungkas Cahyo.