BOGOR – Koordinator Pelayanan Hukum Pidana dan Grasi pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Azharuddin mengatakan Permohonan grasi merupakan hak dari terpidana untuk mendapatkan pengampunan dari Presiden atas hukuman yang telah dijatuhkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan Ham No.49 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Grasi.
“Untuk itu, kita terus mengoptimalkan penyelesaian permohonan grasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan mengatur mengenai tata cara pengajuan permohonan grasi,” kata Azharuddin, saat membuka Konsinyering Tahap II Penyusunan Rancangan Perubahan Peraturan Menteri Hukum dan Ham No.49 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Grasi Di Bogor Jawa Barat, Selasa (14/06/23).
Azharuddin menegaskan, Rancangan Perubahan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 49 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Grasi dan penyiapan rancangan aplikasi Grasi berbasis teknologi informasi di Tahun 2023 akan mempermudah pemohon dalam mengajukan grasi.
“Kita akan merancang permohonan dengan memanfaatkan teknologi informasi sehingga hal ini akan mempermudah kita dalam memberikan layanan grasi kepada masyarakat,” tegasnya.
Dia menambahkan Pembahasan Rancangan Permohonan Grasi dan penyiapan rancangan aplikasi Grasi berbasis teknologi informasi, dan Rehabilitasi ini di hadiri Ditjen Peraturan Perundang-Undangan, Ditjen Pemasyarakatan, Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM, Mahkamah Agung.
“Kita juga melibatkan semua pihak yang terkait dalam pembahasan ini, agar kedepan menghasilkan peraturan yang baik,” pungkasnya.