Seminar dibuka oleh Dirjen AHU yang diwakili oleh Plt Direktur Hukum Internasional dan Otoritas Pusat, Cahyo Rahadian Muzhar, SH LLM. Dalam sambutannya Cahyo mengatakan dirinya menafsirkan bahwa perdagangan senjata dipengaruhi oleh negara-negara yang memiliki kepentingan. Dari sebuah traktat atau perjanjian, pasti ada kepentingan negara yang mengikuti. Yang ingin saya ketahui, bagaimana negara-negara pembuat senjata ikut bertanggung jawab.
Christoper B Harland, Regional Legal Advicer ICRC menegaskan ICRC mengacu pada pasal 1 traktat tersebut, ada objek dan tiga tujuan dari ATT. Yakni, ATT berkontribusi pada perdamaian, kedua mengurangi penderitaan masyarakat dan meningkatkan kerjasama dalam ATT, dalam elemen ini ACRC fokus pada mengurangi penderitaan masyarakat.
Dalam video yang ditayangkan, terlihat proses penandatangan traktat dilakukan. Sebelumnya ditayangkan warga sipil yang terpaksa mengungsi akibat konflik bersenjata di Afrika Tengah.Karenanya PBB melalui 154 negara telah menyetujui untuk menandatangani traktat tersebut. ATT merupakan perkembangan yang historis, untuk mengatur perdagangan yang bertujuan mengurangi penderitaan bagi masyarakat dunia.
Sementara itu Sucipto SH, MH, MKn, Humas Ditjen AHU menjelaskan tujuan diselenggarakannya seminar ini adalah untuk memberikan pemahaman atau sosialisasi kepada masyakarat terkait perdagangan senjata. Sucipto berharap, masyarakat secara umum semakin memahami terkait aturan perdagangan senjata. Hal tersebut seperti tertuang dalam Pasal 26 piagam PBB yang mendukung pembentukan dan memelihara perdamaian dan keamanan internasional dengan sedikit mengalihkan pada persenjataan dunia dan sumber daya ekonomi.
Lebih lanjut, Cahyo Rahadian menambahkan Panitia Tetap Humaniter pada Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat dibentuk melalui Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.01-PR.09.01-1980. Pantap ini dibuat dengan mempertimbangkan bahwa hukum humaniter perlu dianalisa, dikembangkan, dan dibangun secara berkesinambungan dan komprehensif, baik untuk penerapan maupun formulasi kebijakan pemerintah mengenai aturan internasional yang berkaitan dengan Hukum Humaniter Internasional.