GARUT - Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Cahyo R. Muzhar mengajak notaris untuk ikut mendukung Indonesia sebagai negara yang ramah investasi tidak hanya bagi pengusaha domestik, tetapi juga mancanegara. Untuk mendukung hal tersebut, saat ini Indonesia sedang berusaha untuk masuk menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF). Keanggotaan Indonesia dalam FATF memegang peran penting dalam meningkatkan citra positif Indonesia di mata global.
"FATF adalah badan antar pemerintah yang dibentuk untuk menetapkan standar yang efektif dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) dan ancaman kejahatan lainnya terhadap sistem keuangan internasional.” Kata Cahyo saat membuka Penguatan dan Pembinaan Notaris Dalam Rangka Peningkatan Pelayanan Publik di wilayah Garut, Ciamis, & Tasikmalaya, Kamis (1/9/22).
Cahyo menjelaskan, untuk dapat menjadi anggota FATF, Indonesia wajib melaksanakan 40 (empat puluh) rekomendasi FATF, dimana Rekomendasi 22 dan Rekomendasi 28 secara khusus mengatur tentang rezim pengawasan atas Designated Non-Financial Business and Professions (DNFBPs) yang beresiko tinggi terlibat dalam TPPU/TPPT, riset PPATK menyebutkan profesi Notaris sangat rentan dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana pencucian uang untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana.
"Notaris merupakan salah satu pihak pelapor yang diwajibkan untuk melakukan due diligence terhadap pihak penghadap sebelum menuangkan perjanjian dalam akta autentik melalui Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ)" jelasnya.
Dia juga membeberkan soal pelaksanaan audit melalui Mutual Evaluation Review (MER) yang berlangsung sejak tanggal 18 Juli hingga tanggal 4 Agustus 2022. Menurutnya, pemerintah telah menyampaikan berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan terkait upaya pencegahan dan pengawasan agar notaris tidak terlibat dalam pembuatan akta yang mengandung transaksi TPPU/TPPT, antara lain dengan menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa melalui pengisian form Customer Due Diligence (CDD), Enhanced Due Diligence (EDD), dan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan pada aplikasi Government Anti-Money Laundering (goAML).
"Sebagai notaris, saudara-saudara harus familiar dengan form identifikasi pengguna jasa dan Notaris selaku pejabat umum yang memiliki kewenangan membuat akta sudah selayaknya untuk menerapkan due diligence meskipun tidak diatur secara tegas dalam Undang-undang Jabatan Notaris," tandasnya.
Cahyo mengungkapkan, dalam praktek pelaksanaan jabatan Notaris, tidak sedikit Notaris yang akhirnya terseret dalam perkara-perkara pidana maupun perdata yang melibatkan kliennya.
"Berbagai kasus yang saya temui, banyak yayasan yang dimanfaatkan untuk menampung dana-dana terorisme. Jika ada kasus demikian, Notaris akan berdalih hanya menuangkan kehendak para pihak dalam akta dan tidak memastikan identitas lebih lanjut dari penghadap," ungkapnya.
Cahyo berpesan apabila dalam kondisi keraguan, Notaris wajib untuk melakukan pengecekan secara detail data kependudukan maupun sumber penghasilannya. Pasalnya, hal ini penting untuk melindungi diri Notaris yang bersangkutan dan menjaga marwah jabatan agar tidak ikut terseret dalam kasus pidana yang dilakukan oleh pihak penghadap.
"Saya ingatkan notaris harus teliti dan menjaga prinsip kehati - hatian dalam menuangkan segala sesuatu kedalam akta," pesannya.
Cahyo mencatat Pada tahun 2022, dari 4.301 (empat ribu tiga ratus satu) notaris yang tercatat di Provinsi Jawa Barat, hanya terdapat 476 (empat ratus tujuh puluh enam) notaris yang melakukan pengisian kuesioner PMPJ, dengan hasil 116 (seratus enam belas) notaris berisiko tinggi, dan sayangnya pengawasan baru dilakukan terhadap 13 (tiga belas) orang notaris.
Tindak lanjut dari adanya PMPJ adalah Laporan Transaksi KeuanganMencurigakan (LTKM)pada aplikasi goAML di PPATK. Dari 210 (dua ratus sepuluh) notaris di Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, serta Kabupaten dan Kota Tasikmalaya yang tercatat di Ditjen AHU, terdapat 23 (dua puluh tiga) notaris yang sama sekali belum melakukan registrasi dan pengkinian data pada aplikasi goAML.
"Hal ini sangat penting karena akan meningkatkan pengawasan kita terhadap pelaksanaan PMPJ di Kab. Garut, Kab. Ciamis, serta Kab. dan Kota Tasikmalaya," ucapnya.
Cahyo berharap pada tahun 2023 terjadi peningkatan atas pengisian kuesioner dan pengawasan terhadap notaris di Jawa Barat.
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan terhadap notaris. Dia mengungkapkan, Ditjen AHU bersama PPATK saat ini sedang melakukan Sectoral Risk Assessment (SRA) karena berdasarkan catatan National Risk Assessment (NRA) Tahun 2021 terdapat beberapa perubahan penilaian risiko dari masing-masing point of concern.
"Hal ini juga merupakan salah satu peningkatan yang kami pandang perlu untuk dilakukan, mengingat dlam proses MER FATF penguatan pengawasan notaris berbasis risiko sangatlah penting untuk mendukung tingkat efektivitas rezim pencegahan TPPU/TPPT di Indonesia,” pungkas Cahyo.