
Jakarta – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) menjadi delegasi Indonesia dalam 1st Senior Official Meeting of The Central Authorithies on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters Treaty (SOM-MLAT) dengan Brunei Darussalam sebagai tuan rumah secara virtual (01/11/21).
SOM-MLAT kali ini merupakan pertemuan pertama setelah keberhasilan mengelevasi perjanjian regional MLA se-ASEAN menjadi instrumen ASEAN pada 9th Meeting of The Senior Officials on The Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (Among Like-Minded ASEAN Member Countries) dan 6th Meeting of Attorney Generals on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters, dimana Indonesia menjadi tuan rumah dan diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 23-25 April 2019.
Dalam kegiatan yang dihadiri oleh delegasi negara ASEAN tersebut, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU), Cahyo R. Muzhar, yang didampingi oleh Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional (Direktur OPHI), Tudiono, menyampaikan bahwa sejak tahun 2019 hingga saat ini Indonesia menyampaikan permintaan MLA kepada pemerintah Malaysia dan Singapura, serta menerima 15 permintaan MLA dari Malaysia, Singapura, Thailand, Kambodia, Filipina, dan Vietnam yang 5 di antaranya telah dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia.
Berkaitan dengan permintaan MLA, Dirjen AHU juga menjelaskan bahwa tindak pidana transnasional terorganisasi dinilai sebagai permasalahan bersama sehingga membutuhkan kerja sama lingkup regional dengan negara-negara ASEAN.
“Indonesia yakin bahwa forum ini akan menjadi wadah bagi negara ASEAN untuk saling bekerja sama untuk menguatkan komitmen terhadap pemberantasan kejahatan lintas negara,” ujar Dirjen AHU.
Dalam pelaksanaannya, penegakan hukum internasional juga menghadapi tantangan terutama dengan adanya pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir 2 tahun ini sehingga pemerintah memberlakukan pembatasan mobilitas fisik dan pertemuan. Menanggapi hal tersebut, Indonesia telah menyesuaikan sistem dengan pemanfaatan teknologi informasi seperti konferensi video, akses digital terhadap bukti, dan penggunaan tanda tangan elektronik.
“Indonesia juga telah menetapkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan secara Elektronik yang dapat memastikan bahwa sistem peradilan Indonesia tetap berjalan tepat waktu meskipun di tengah pandemi,” tambah Cahyo.
Dirjen AHU juga menjelaskan terdapat tantangan lain yang dihadapi Indonesia dalam menyelesaikan permintaan MLA seperti dalam pemulihan hasil kejahatan, keterlambatan penyerahan dokumen tambahan dari negara peminta, serta adanya perbedaan hukum pada negara peminta dan negara yang diminta. Tantangan tersebut dihadapi dengan komitmen Indonesia dalam memberikan bantuan hukum di bawah ASEAN MLAT untuk memperkuat kerja sama hukum antarnegara anggota ASEAN. Selain itu, saat ini Indonesia tengah mengkaji, menyusun, dan merevisi sejumlah peraturan antara lain KUHP, UU Perbankan, UU MLA, dan RUU Perampasan Aset sebagai upaya mengoptimalkan pemenuhan permohonan MLA.
Dirjen AHU juga menambahkan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mendukung kepatuhannya dalam memerangi tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan teroris (TPPT) yang sejalan dengan upaya menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF), salah satunya dengan dibangunnya sistem database untuk kerja sama MLA sebagai sistem manajemen kasus terintegrasi antara otoritas pusat Indonesia dan otoritas berwenang.
“Indonesia juga terus memperkuat kerja sama MLA melalui pembentukan perjanjian. Tidak hanya dengan negara-negara di ASEAN, Indonesia baru-baru ini juga telah membentuk perjanjian bilateral MLA dengan Swiss dan Rusia,” tutup Dirjen AHU.