BANDUNG - Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Cahyo R. Muzhar mengatakan, saat ini Indonesia terus berupaya memiliki peringkat yang baik dalam indikator Bank Dunia terkait kemudahan berusaha. Menurutnya, hal ini sesuai dengan tujuan Presiden Joko Widodo yang menekankan agar Indonesia menjadi negara yang menarik bagi investor dengan menjadikan Indonesia sebagai negara yang ramah investasi tidak hanya bagi pengusaha domestik, tapi juga pengusaha mancanegara.
"Saat ini kita dalam memberikan kemudahan berusaha berada di peringkat yang rendah berdasarkan indikator-indikator yang diberikan oleh Bank Dunia dalam kemudahan berusaha dengan standar internasional yang digunakan Bank Dunia, yakni Ease of Doing Business (EoDB)" kata Cahyo saat memberikan Keynote Speech kegiatan Diseminasi kebijakan terkait kewajiban pelaporan data pemilik manfaat (Beneficial Ownership) badan usaha di Bandung, Rabu (28/04/21).
Lanjut Cahyo, Saat ini, Presiden menargetkan agar Indonesia berada dalam peringkat lower forties, yang diyakini dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan usaha serta memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional dengan terus berupaya untuk mengimplementasikan kemudahan berusaha dengan standar internasional Ease of Doing Business (EoDB).
"Menyederhanakan birokrasi dan memangkas regulasi mulai dari hadirnya sistem Online Single Submission (OSS) hingga terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) adalah bagian dari upaya peningkatan EoDB " lanjutnya.
Cahyo menambahkan, selain peningkatan investasi melalui kemudahan berusaha, Pemerintah juga berkomitmen untuk menjaga iklim investasi yang bersih dari tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme dalam rangka mendorong peningkatan investasi di Indonesia tetap berintegritas, salah satunya dengan memenuhi rekomendasi dan menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF).
"FATF merupakan upaya memerangi tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme dan ancaman lain terhadap integritas sistem keuangan internasional" tambahnya.
Dia menjelaskan, saat ini Indonesia sudah berstatus sebagai Observer dan tinggal satu tahapan lagi akan masuk menjadi anggota FATF dengan melaksanakan 40 Rekomendasi sebagai bukti bahwa Indonesia adalah negara yang tidak memberikan ruang terjadinya praktek pencucian uang dan pendanaan terorisme, diantaranya rekomendasi nomor 24 dan 25 yang menjadi tanggung jawab Kementerian Hukum dan HAM, yaitu terkait Transparency and Beneficial Ownership (BO) of Legal Persons and Arrangements untuk mendorong transparansi pemilik manfaat pada seluruh korporasi di Indonesia dengan mewajibkan penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dan pengungkapan BO (Beneficial Ownership) dari suatu korporasi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
"implementasi BO juga merupakan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) dan Stranas Tindak Pidana Pencucian Uang (Stranas TPPU)" jelasnya.
Stranas PK adalah program prioritas nasional yang di inisiasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, dimana Stranas PK ini bertujuan untuk pencegahan korupsi pada kementerian, lembaga, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya, sedangkan Stranas TPPU di inisiasi oleh PPATK yang bertujuan melakukan optimalisasi upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT.
Kewenangan Kementerian Hukum dan HAM adalah untuk mendorong dalam faktor starting a business, registering property, enforcing contracts, protecting minority investors dan resolving insolvency. Terkait kemudahan starting a business semua optimis bahwa peringkat kemudahan di Indonesia bisa semakin tumbuh dengan penyediaan prosedur online dalam menetapkan bisnis. Yang hal ini sangat membutuhkan peran serta Notaris sebagai pejabat yang membuat akta autentik.
"Disini notaris harus jeli menerapkan prinsip kehati - hatian, Notaris jangan memberikan akses pengecekan dan administrasi online kepada asisten/pegawai. Hal ini berbahaya karena dapat mengantar Notaris pada sanksi pidana dan Notaris dapat melaporkan transaksi-transaksi mencurigakan yang dilakukan melalui mekanisme Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris (PMPJ)" ungkapnya.
Selain itu Cahyo juga menambahkan mengenai perseroan perorangan bahwa Pemerintah menetapkan bentuk badan usaha perseroan perorangan karena Indonesia tercatat memiliki 62 juta UMKM. "Aplikasi Perseroan Perorangan memberikan perlindungan dengan pemisahan harta kekayaan pribadi dan harta kekayaan badan usahanya" Jelasnya. "Nanti ketika ada kegagalan berusaha dalam pelaksanaan tanggung jawab melalui eksekusi tidak meresikokan harta pribadi" tutupnya.