
Medan – Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan digitalisasi layanan hukum, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum terus melakukan terobosan melalui penerapan sistem Cyber Notary. Dalam Seminar Nasional bertajuk “Cyber Notary dan Masa Depan Akta Otentik: Disrupsi Digital, Tantangan UUJN, dan Dilema Hukum Notaris di Era Transformasi,” Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU), Widodo, menyampaikan bahwa profesi notaris harus siap menyongsong masa depan digital tanpa kehilangan nilai-nilai fundamental profesinya.
Widodo menegaskan bahwa, cyber notary bukan sekadar memindahkan meja kerja notaris ke layar komputer, melainkan mengubah cara kerja secara menyeluruh mulai dari verifikasi identitas berbasis biometrik, penggunaan tanda tangan digital tersertifikasi, hingga penyimpanan dokumen dalam sistem terenkripsi seperti blockchain.
“Prinsip utama dari Cyber Notary adalah menjamin kekuatan hukum akta otentik yang dibuat secara elektronik dengan tetap mempertahankan aspek kehati-hatian, validasi identitas para pihak, dan otentikasi isi akta. Keseluruhan proses ini melibatkan penggunaan tanda tangan digital tersertifikasi, validitas identitas berbasis biometric, dan penyimpanan data elektronik yang aman dan terenkripsi,” ujar Widodo (09/07/2025).
Widodo juga menyoroti pentingnya infrastruktur teknologi dan kompetensi SDM notaris agar mampu mengadopsi sistem ini. Salah satu langkah konkret yang tengah dilakukan Ditjen AHU adalah program registrasi ulang akun notaris sebagai bagian dari penguatan sistem keamanan dan integritas layanan AHU Online. Dengan sistem single sign-on, notaris nantinya cukup satu kali login untuk mengakses seluruh layanan kenotariatan secara digital.
Lebih lanjut, Widodo juga mengaitkan peran cyber notary dalam mendukung program nasional Koperasi Merah Putih yang menargetkan pembentukan koperasi di tingkat desa dan kelurahan. Proses legalisasi koperasi ini telah berjalan secara elektronik melalui AHU Online, dan keberadaan cyber notary diyakini akan semakin memperluas jangkauan layanan hukum, termasuk ke wilayah terpencil.
“Sistemnya harus dikendalikan dengan baik agar memastikan bahwa kehadiran seseorang memang bisa diverifikasi melalui teknologi. Jika itu bisa dilakukan, maka beban administratif bisa dikurangi. Lokasi juga penting, harus terdeteksi dengan GPS,” tegas Widodo.
Seminar ini merupakan bentuk nyata untuk menunjukkan tingginya perhatian terhadap masa depan kenotariatan yang kini memasuki era digital penuh tantangan namun penuh peluang. Dengan semangat transformasi dan kolaborasi, Ditjen AHU optimistis Indonesia akan mampu membangun sistem hukum yang inklusif, modern, dan adaptif terhadap perubahan zaman.