
JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional, Direktorat Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM RI, Tudiono, mewakili Indonesia membacakan statement dalam Intergovernmental Expert Meeting to Enhance International Cooperation Conference of State Parties, United Nation Convention Against Corruption (CoSP-UNCAC).
Konferensi negara-negara anggota UNCAC yang diselenggarakan di Wina Austria ini diikuti secara virtual oleh negara-negara pihak lainnya, Selasa (17/11/2020).
Kemenkumham sebagai Otoritas Pusat penanganan kerja sama penegakan hukum Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLA) dan Ekstradisi di Indonesia menyampaikan intervensi untuk hal-hal yang menjadi perhatian serius dari Pemerintah Indonesia khususnya dalam implementasi konvensi PBB anti korupsi.
“Indonesia menyampaikan komitmen yang nyata dalam pemberantasan kejahatan korupsi melalui kerja sama MLA, termasuk upaya perampasan aset hasil tindak pidana, serta kerjasama melalui mekanisme lain yang juga diatur dalam konvensi ini”, kata Tudiono dalam statement yang dibacakan sebagai perwakilan Delegasi Indonesia.
Tudiono mengatakan, Negara-negara di dunia sedang dilanda tantangan serius pandemi Covid-19 yang tidak hanya mengancam sektor kesehatan namun juga sektor ekonomi dan kehidupan sosial.
Dimana kata dia, pandemi membawa dampak yang serius terhadap kondisi perekonomian global dengan banyaknya jumlah perusahaan yang pailit dan meningkatnya pengangguran.
“Situasi ini dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan untuk melakukan tindak pidana, seperti memalsukan produk kesehatan, mengontrol distribusi fasilitas kesehatan, penipuan berskala besar, kejahatan online dan tindak pidana siber serta meningkatnya pencucian uang intra-regional”, ujarnya.
Pada pertemuan ini, Indonesia mengangkat isu penyuapan untuk menjadi perhatian bagi negara-negara pihak. Penyuapan pejabat publik asing jelas merupakan tindak pidana korupsi yang telah memberikan dampak serius dan merugikan negara-negara yang terkena dampak.
Hal ini kata Tudiono dikarenakan tindakan penyuapan yang berimbas kepada proses pengadaan barang dan jasa yang kemudian tidak sesuai dengan tujuan awalnya.
Pada banyak kasus penyuapan pejabat publik asing, sangat sulit untuk menemukan bukti dalam menentukan titik taut antara tindak kejahatan dan kerugian yang timbul di negara korban serta sulit menemukan dan melakukan perhitungan yang tepat atas nilai kerugian yang diderita oleh negara-negara yang terkena dampak.
Dimana hal ini juga dipengaruhi oleh ketersediaan bukti dan saksi yang diperlukan untuk membuktikan kerugian tersebut sangat mungkin berada di yurisdiksi asing.
"Tantangan ini, membuka kesempatan bagi negara-negara pihak UNCAC untuk melakukan upaya bersama dalam menanggulangi situasi ini," imbuhnya.
Untuk itulah kata Tudiono UNCAC menjadi wadah yang efektif dalam memberantas kejahatan sebagai wujud komitmen dan semangat kerja sama antar negara pihak.
Dimana Indonesia meyakini melalui konvensi ini negara-negara pihak dapat bekerjasama dengan lebih erat untuk memberantas korupsi dan mendukung pemerintahan yang lebih baik.
Dalam pertemuan itu, Indonesia juga meminta agar semua pihak memastikan bahwa konvensi ini memberikan payung hukum bagi semua negara anggotanya untuk memperoleh hak dan perlindungan yang sama dalam kerangka kerjasama penegakan hukum internasional.