BANTEN - Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kemenkumham, Cahyo R Muzhar mengatakan Balai Harta Peninggalan (BHP) merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Ditjen AHU dengan peraturan dan perundang-undangan yang banyak sekali jumlahnya untuk melandasi tugas pokok dan fungsi.
Dia menjelaskan beberapa peraturan yang melandasi BHP yakni staatsblad dan ordonantie, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kemudian beberapa peraturan undang-undang lain seperti Undang-Undang Kepailitan, Undang-Undang Transfer Dana, Undang-Undang Perlindungan Anak, Peraturan Pemerintah tentang Jamsostek, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan OJK dan Peraturan Pertanahan serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI, Keputusan Menteri Kehakiman RI dan beberapa surat edaran.
"Keanekaragaman peraturan perundang-undangan yang melandasi pelaksanaan tugas BHP sebagaimana kami sebutkan di atas, seringkali menimbulkan irisan dan benturan dengan instansi lain terkait yang dapat membuat kompleksitas permasalahan BHP dalam melaksanakan tugas di lapangan," kata Cahyo saat Rapat Koordinasi Bidang Teknis BHP Se Indonesia Tahun 2019 di Bintaro, Minggu (20/10/2019).
Cahyo mengungkapkan selain faktor peraturan dan perundang-undangan yang melandasi BHP, juga ada masalah struktur organisasi BHP yang sudah ada sejak 1980 namun tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor PER/18/MENPAN/11/2008 tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksana Teknis. Kemudian juga ada masalah sumber tugas BHP berasal dari instansi lain seperi putusan/penetapan pengadilan, laporan kematian dari Dukcapil sampai laporan wasiat dari notaris
"Wilayah Kerja BHP sangat luas dan dasar pembagian wilayah berbeda-beda serta format Bentuk Produk Layanan BHP berbeda-beda dari BHP yang satu dengan BHP lainnya juga menjadi kendala bagi BHP sebagai UPT menjalankan tugasnya," jelasnya.
Ditjen AHU sebagai unit eselon satu yang membawahi BHP, sambung dia, sedang melakukan beberapa hal untuk bisa membantu tugas BHP menjadi lebih efektif dan efisien. Setidaknya ada dua hal yang dilakukan Ditjen AHU agar BHP menjadi yakni penyusunan Organisasi dan Tata Kerja (Orta) BHP dan penyusunan jabatan fungsional kurator keperdataan.
"Terkait dengan penyusunan jabatan fungsional kurator keperdataan sudah dilakukan expose oleh Menpan RB dan telah mendapatkan persetujuan. Penyusunan Jabatan Fungsional Tertentu (JFT) Kurator Keperdataan saat ini sudah sudah memasuki tahap pelaksanaan uji petik dan validasi yang dilakukan oleh Menpan RB dan BKN," ungkapnya.
Lebih jauh, Cahyo menambahkan Ditjen AHU juga akan melakukan pembenahan BHP mulai dari peraturan perundang-undangan, sarana prasarana kantor dan hal yang paling utama yakni pembenahan SDM.
"Melalui SDM yang baik dan efektif suatu unit bisa melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan baik juga," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Perdata Ditjen AHU, Daulat P Silitonga mengatakan keanekaragaman peraturan perundang-undangan tersebut seringkali menimbulkan kompleksitas permasalahan dalam melaksanakan tugas teknis substantif di lapangan maupun administratif dan fasilitatif di BHP.
Padahal organisasi dan tata kerja BHP yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01.PR.07.01-80 tanggal 19 Juni 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan sudah tidak sejalan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi Nomor PER/18/MENPAN/11/2008 tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksana Teknis.
"Sehubungan dengan hal tersebut, memang perlu dilakukan Rapat Kerja BHP se-Indonesia untuk membahas perkembangan hukum serta Revitalisasi Struktur Organisasi BHP dalam rangka meningkatkan tugas dan fungsi, serta mengoptimalkan korelasi hubungan kerja dengan instansi atau lembaga terkait," kata dia.
Untuk diketahui, saat ini BHP hanya terdiri dari 5 kantor saja yang terdapat di Medan, Jakarta, Semarang, Surabaya dan Makassar. 5 Kantor BHP dibagi tugas wilayahnya untuk memberikan pelayanan di 32 provinsi di seluruh Indonesia.