MEDAN - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM memilih kota Medan sebagai tempat mensosialiasikan Beneficial Ownership (BO) atau mengenali pemanfaatan basis data pemilik manfaat dalam rangka pencegahan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Dipilihnya kota Medan karena, Medan merupakan wilayah di Indonesia yang terus mengalami peningkatan ekonomi dan merupakan tiga kota terbesar di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya.
"Ini sebagai wujud komitmen Indonesia dalam mendorong pencegahan tindak pidana korupsi, pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia." Kata Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen AHU), Danan Purnomo, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (25/7/19).
Menurutnya, Beneficial Ownership ini sebagai langkah Indonesia dalam memenuhi persyaratan untuk menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF). Sehingga, sambung Dia, BO penting untuk disampaikan kepada masyarakat mengenali pemilik manfaat dari korporasi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.
Dia juga sebut, sosialisasi ini sebagai tindak lanjut atas penandatangan nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama tentang penguatan dan pemanfaatan basis data pemilik manfaat (Beneficial Ownership) oleh Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang pada Rabu 3/7/2019 di The Sultan Hotel, Jakarta Pusat.
"Ini menunjukkan kesungguhan Indonesia untuk betul-betul menjadi salah satu negara di dunia yang sangat transparan dalam beneficial onwnership," tambahnya.
Direktur Perdata Daulat Pandapotan Silitonga mengatakan dengan Beneficial Ownership ini dapat diketahui pemilik manfaat yang sebenarnya. Karena Kata Dia, Pemilik manfaat harus memiliki 25% dalam saham dan namanya tercantum dalam dianggaran dasar perseroan.
"Harus jelas dan tercantum dalam akta perseroan atau dokumen sah lainnya, jika terdapat perseroan yang tidak tercantum dalam akta perseroan tetapi mempunyai otoritas penuh mengendalikan pengelolaan perusahaan atau hal lainnya itulah yang sebenarnya dapat diketahui melalui BO." Ungkapnya.
Dalam hal penyampaian terkait informasi pemanfaat yang sebenarnya dari korporasi adalah notaris, namun harusnya yang paling berhak memberikan informasi itu adalah korporasi itu sendiri. "Paling lama tujuh hari korporasi wajib melaporkan terkait pemilik manfaat setelah mendapat ijin usaha korporasi," tambahnya.
Sementara itu, Ahmad taufik bagian kerjasama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan manfaat transaksi BO adalah untuk mendoroang Good Govermance. "Ini adalah upaya mendorong transparansi." Ucapnya.
Dia juga menyebut korporasi rentan digunakan sebagai tindak pidana korupsi. Menurutnya, korporasi mempunyai celah yang cukup luas sebagai pencucian uang dengan merubah hasil kejahatan. "Biasanya korporasi melakukan tindak pidana penyuapkan untuk mendapatkan sesuatu." Tambahnya.
Sejalan dengan itu. Isnu Yuana Darmawan yang mewakili PPATK menjelaskan notaris atau advokat berperan penting dalam Beneficial Ownership. Pasalnya, notaris yang bersentuhan langsung dengan pengguna jasa hukum baik pendirian badan hukum perseroan dan transaksi lainnya sehingga notaris harus melaporkan jika mencurigai adanya transaksi yang tidak wajar. "Transaksi pemilik manfaat harus mengetahui pengguna jasanya sesuai dengan profil pemilik manfaat." Ujarnya.
Direktur Teknologi Informasi Santun Maspari Siregar mengatakan, bahwa Ditjen AHU sudah siapkan aplikasi BO, menurutnya pembangunan aplikasi ini sangat penting mengingat pelayanan Ditjen AHU semua sudah berbasis Online. "Sejauh ini kami sudah siapkan aplikasinya." Tutupnya.