JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar rapat paripurna di masa persidangan V tahun 2018-2019.Sidang yang dipimpin oleh Utut Adianto dihadiri Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet),Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dan perwakilan pemerintah yaitu dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang diwakili oleh Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Cahyo Rahadian Muzhar, Wakil Menteri Luar negeri Abdurrahman Mohammad Fachir. Rapat paripurna DPR kali ini memiliki lima agenda salah satunya mendengarkan laporan Komisi III terhadap Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Islam Iran tentang Bantuan Timbal Balik dalam masalah Pidana.
Memulai rapat,Utut menyatakan rapat memenuhi kuorum dengan catatan kehadiran 298 dari 560 anggota Dewan. Namun, 220 di antaranya mengajukan izin. Maka, 262 lainnya absen atau tanpa keterangan.
"Menurut catatan dari Sekretariat Jenderal DPR RI,daftar hadir telah ditandatangani 298 anggota Dengan catatan 220 anggota izin tugas kedewanan lainnya," kata Utut, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/7/2019)
"Dengan ini rapat mencapai kuorum," lanjutnya membuka rapat.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Erma Suryani Ranik menyatakan bahwa Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama perkembangan transportasi, komunikasi, dan informasi mengakibatkan satu negara dengan negara lain seakan-akan tanpa batas sehingga perpindahan orang atau barang dari satu negara ke negara lain dilakukan dengan mudah dan cepat.
''Perkembangan ini menimbulkan dampak hukum pidana terhadap kejahatan dan modus operandinya semakin canggih sehingga penanggulangannya diperlukan kerjasama antara negara yang satu dengan negara lainnya'' ucapnya.
Lebih jauh Wakil Menteri Luar negeri Abdurrahman Mohammad Fachir, mengapresiasi disahkannya RUU bantuan timbal balik dan Ekstradisi oleh DPR.
''Dua rancangan sudah disahkan,dan menyetujui untuk diteruskan kepembahasan tahap dua dalam rapat paripurna ini''
Menurutnya Indonesia bagian dari negara didunia sehingga perjanjian antar bangsa perlu dilakukan dalam rangka penaggulangan kejahatan transnasional.
''perlu ada hubugan bilateral antar bangsa untuk melakukan perjanjian untuk melakukan penelusuran pemblokan dan menemukan hasil kejahatan dinegara'' tambahnya .
Dengan diundangkan perjanjian ini, kata Dia, maka pemerintah Indonesia dapat melakuakn penyidikan, penelusuran,dan penyitaan hasil kejahatan yang disimpan dinegara lain untuk dilakukan penyitaan dengan tetap memerhatikan Asas kedaulatan hukum negara tersebut.
''Setelah diundangkan Indonesia dapat melakukan penyidikan, penelusuran,dan penyitaan hasil kejahatan yang disimpan dinegara lain untuk dilakukan penyitaan'' tutupnya.