BENGKULU – Grasi merupakan pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden. Permohonan Grasi hanya dapat diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap bagi pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling rendah 2 (dua) tahun.
‘’Dalam pelayan permohonan grasi ini perlu adanya oktimalisasi dan sinergitas antar lembaga terkait’’ Kata Direktur Pidana Salaudin saat menjadi narasumber Bimbingan Teknis Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 49 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Grasi, di Hotel Santika, Kamis (27/9/18).
Slahudin mengatakan untuk optimalisasi penyelesaian permohonan grasi antara Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) harus bersinergi. Hal itu karena masih belum sinkron dan belum ada kesamaan persepsi tentang tata cara/prosedur pengajuan grasi dan tentang dokumen keleng kapan permohonan grasi
‘’Diperlukan integrasi antar lembaga dalam memberikan pelayanan permohonan grasi’’ ujarnya
Dia juga menjelaskan bawa Grasi merupakan salah satu dari lima hak yang dimiliki kepala negara di bidang yudikatif, yaitu hak memberikan Grasi, Amnesti, Abolisi, Remisi dan Rehabilitasi.
‘’Grasi adalah Hak Presiden untuk memberikan pengurangan hukuman bagi terpidana’’ tambahnya.
Permohonan grasi, sambung Dia adalah hak bagi para narapidana yang telah ditentukan oleh undang – undang yang berlaku.
‘’Semua boleh mengajukan permohonan grasi selama itu diatur dalam peraturan dan berundang – undangan yang berlaku’’ ucapnya.
Dia menuturkan bahwa permohonan Grasi dapat dilakukan oleh terpidana sendiri atau keluarga,pengacara sebagai wakil yang diatur dalam peraturan dan perundang – undangan.
‘’yang dapat mengajukan permohonan grasi keluarga terpidana yaitu bapak ibu atau saudara kandung dan pengacara atau yang lainnya yang sudah diatur dalam peraturan dan undang - undang’’tutupnya