Jakarta - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU), terus menunjukkan komitmennya dalam membangun sistem hukum yang inklusif dan adaptif terhadap tantangan zaman. Hal ini tercermin dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), yang disambut langsung oleh Sekretaris Ditjen AHU, Hantor Situmorang.
Dalam paparannya, Hantor mengupas tuntas struktur, tugas, dan fungsi Ditjen AHU sebagai garda depan layanan administrasi hukum publik, mulai dari bidang perdata, pidana, tata negara, badan usaha, hingga hukum internasional. Kegiatan ini juga menjadi ruang strategis untuk memperkenalkan isu-isu aktual dan kompleks yang tengah dihadapi dunia kenotariatan nasional.
Salah satu fokus utama adalah upaya perpanjangan usia pensiun notaris menjadi 70 tahun sebagai bentuk penghargaan atas pengalaman dan dedikasi notaris senior. Namun, tantangan terbesar justru datang dari ketimpangan penyebaran notaris di daerah.
“Masih banyak wilayah yang kekurangan notaris. Ini adalah tantangan sekaligus peluang bagi generasi muda untuk mengabdi di daerah,” ujar Hantor (15/07/2025).
Untuk memperkuat pengawasan profesi, Ditjen AHU kini tengah mengembangkan sistem digital pengawasan berbasis aplikasi bernama Sistem Penyimpangan Notaris (SIMPANGNOT), yang akan distandarisasi untuk menjadi alat monitoring nasional. Selain itu, persoalan aktiva notaris yang masih aktif meski notarisnya telah pensiun atau meninggal turut menjadi perhatian. Ditjen AHU berencana melakukan penertiban demi menjaga validitas akta hukum di masyarakat.
Dari sisi organisasi, konflik dualisme kepemimpinan yang sempat melanda organisasi notaris selama hampir dua tahun akhirnya diselesaikan melalui mediasi oleh Menteri Hukum. Kini, kepemimpinan tunggal resmi diakui negara, memberi kepastian hukum dalam pembinaan profesi.
Tidak ketinggalan, Ditjen AHU juga tengah menata ulang sistem klasifikasi notaris berdasarkan wilayah untuk menjamin kualitas layanan yang setara di seluruh Indonesia. Sementara itu, isu fidusia yang menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan karena potensi hilangnya PNBP juga sedang ditangani dengan serius agar tidak menjadi kerugian negara.
Melalui forum ini, para mahasiswa diajak untuk memahami bahwa profesi notaris bukan sekadar administratif, tetapi ujung tombak dari sistem hukum perdata yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat.
“Di balik setiap akta, ada tanggung jawab hukum. Notaris harus menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme,” tegas Hantor.
Kegiatan ini menegaskan peran Ditjen AHU tak hanya sebagai pelaksana regulasi, tetapi juga mitra strategis dunia pendidikan dan profesi hukum dalam mencetak generasi penegak hukum yang unggul dan berintegritas.