JAKARTA - Sidang lanjutan gugatan Pencabutan Badan Hukum Organisasi Masyarakat (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) kembali dilanjutkan. Penguggat Ormas Hizbur Tahrir menghadirkan 2 saksi ahli pada sidang kali ini.
Dua saksi ahli yang dihadirkan adalah ahli syariat Daud Rasyid dan ahli sejarah Islam Moeflich Hasbullah. Salah satu saksi ahli dari pihak Pengugat Daud Rasyid Sitorus mengakui bahwa tidak mungkin sistem khilafah dilaksanakan tanpa merebut kekuasaan negara.
"Khilafah itu kekuasaan, bagaimana mungkin tanpa kekuasaan khilafah dapat berdiri," kata Daud di muka persidangan’’. di gedung Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jalan A Sentra Primer, Pulo Gebang, Jakarta Timur, Kamis (8/2/2018).
Pada persidangan ini, Daud banyak tidak menjawab pertanyaan yang diajukan kuasa hukum pemerintah dengan dalih tidak sesuai keahliannya. Salah satunya ketika kuasa hukum pemerintah Hafzan Tahir bertanya, kenapa Daud tidak menjadi anggota HTI padahal dia sepakat dengan konsep khilafah yang diusung ia pun bungkam.
Ahli lain yang diajukan Perkumpulan HTI adalah pakar sejarah Islam Moeflich Hasbullah. Menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Tri Cahya Indra Permana, Moeflich menjelaskan bahwa saat ini di dunia tidak ada lagi negara yang menganut sistem khilafah. Pengajar di Universitas Islam Negeri Gunung Jati ini juga membenarkan bahwa dalam sistem kekhalifahan non muslim serta kaum perempuan akan kehilangan hal untuk memilih dan dipilih menjadi pemimpin.
Kuasa Hukum Pemerintah I Wayan Sudirta mengatakan keputusan pemerintah untuk membubarkan HTI sudah tepat. Sebab, lanjut dia, khilafah yang ingin dibangun HTI dapat meniadakan Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Tidak boleh ada negara dalam negara, keberadaan HTI menimbulkan konsekuensi hilangnya NKRI,” kata Wayan Sudirta.
Salah satu bukti bahwa HTI ingin membubarkan Indonesia adalah upaya untuk mengganti Pancasila dan UUD 1945 dengan Rancangan Undang-Undang Islam yang ditulis dalam buku karangan Taqiyuddin An Nabhani.
"Sistem khilafah yang diusung HTI juga menentang HAM (Hak Asasi Manusia) dan konsep kesetaraan gender," ujar Kuasa Hukum Pemerintah Teguh Samudera.
Menurut kuasa hukum pemerintah Hafzan Taher, Pancasila merupakan kesepakatan Founding Fathers Bangsa Indonesia yang memuat nilai-nilai luhur seperti musyawarah untuk mufakat, tolerasi, kebhinnekaan dan menghargai kemajemukan.
“Siapa pun yang hidup di Indonesia wajib mematuhi sekaligus mengamalkan aturan yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945,” ujar Hafzan.
Berdasarkan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mayoritas masyarakat Indonesia merasa NKRI dengan dasar Pancasila sebagai dasar negara merupakan bentuk yang terbaik. Hanya 9,2 persen responden yang setuju NKRI diganti menjadi negara khilafah atau negara Islam.
‘’Tak hanya di Indonesia, sedikitnya ada 20 negara di seluruh dunia yang melarang Hizburt Tahrir berkembang di negaranya lantaran beberapa alasan, mulai dari dianggap mengancam kedaulatan negara, keterlibatan dalam kudeta hingga keterlibatan dalam aksi terorisme.’’ Tutupnya