JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) saat ini lebih mudah untuk menindak perusahaan-perusahaan yang melakukan kejahatan lingkungan hidup di Indonesia.
Kemudahan yang didapatkan Ditjen Gakkum KLHK ini didapatkan setelah melakukan MoU dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dalam penggunaan akses data terutama kepada perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan, manufaktur dan jasa.
Direktur Jenderal (Dirjen) AHU, Freddy Harris mengatakan MoU yang dilakukan Ditjen AHU dengan Ditjen Gakkum KLHK merupakan pertukaran akses data dan pertukaran informasi yang sangat bermanfaat. Hal ini akan memudahkan pemerintah dalam hal ini KLHK untuk menindak sebuah perusahaan yang melakukan kejahatan lingkungan hidup.
"Perusahaan yang melanggar peraturan lingkungan hidup saat ini akan lebih mudah ditelusuri dan ditindak oleh Ditjen Gakkum KLHK. Sementara kami (Ditjen AHU) bisa memudahkan untuk mengetahui mana perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan," kata Harris, saat memberikan sambutan dalam MoU Ditjen AHU dengan Ditjen Gakkum KLHK dalam pertukaran akses data dan informasi, di Kantor Kemenkumham, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (1/8/2017).
Harris menjelaskan saat ini input dan informasi sebuah perusahaan hanya umumnya saja. Adanya MoU ini, kata dia, sangat diharapkan bisa memberikan data dan informasi perusahaan yang begerak dibidang kehutanan dan lingkungan hidup.
"Nantinya akan memberikan tanda kepada perusahaan kehutanan dan lingkungan hidup tersebut, contohnya dengan bintang untuk membedakannya dengan perusahaan bergerak dibidang lain," ujarnya.
Ke depan, sambung Harris, MoU ini diharapkan juga bisa menindak perusahaan-perusahaan begerak dibidang lingkungan hidup dan kehutanan yang belum membayar Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk bisa ditindak. Sanksi yang diberikan nanti akan diserahkan kepada presiden dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) apakah berupa pencabutan sementara atau izinnya diblokir.
"Sekarang masih MoU akses data dan informasi, namun ke depannya bisa diamandemen menjadi fill in data. Hal ini berguna bagi Ditjen AHU dan Ditjen Gakkum KLHK," jelasnya.
Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan selama ini pihaknya selalu kesulitan untuk menindak perusahaan yang melakukan kejahatan lingkungan hidup. Padahal, kata dia, tak hanya perusahaan yang bergerak di kehutanan saja sering mengganggu lingkungan, perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur dan jasa juga sering melakukannya.
"Saat ini 60 persen dari kasus yang kami tangani sebagian besar melibatkan korporasi terkait perambahan kawasan hutan, bahkan ada satu korporasi yang dieksekusi denda karena perambahan hutan sebesar Rp 16,2 triliun namun baru teralisasi Rp 360 miliar. Namun kami kesulitan untuk menelusuri siapa saja yang punya aset dan kepemilikannya. MoU ini diharapkan bisa memudahkan kami dalam bekerja," katanya.
Lebih jauh, dia menambahkan kerja sama dengan Ditjen AHU ini, juga bisa menjadi pelajaran untuk Ditjen Gakkum dalam mengelola dan membangun sistem data yang kuat. Seperti sudah diketahui, Ditjen AHU melalui AHU online sudah mempunyai sistem data yang bagus dan mudah diakses.
"Dalam penegakan hukum dibidang lingkungan hidup dan kehutanan memang harus mempunyai sistem data yang kuat. MoU ini akan menjadi pembelajaran untuk kami membangun sebuah sistem data dari Ditjen AHU," pungkasnya.