
Bogor, 16-18 NOPEMBER 2014. Menurut data dari Institute Kewarganegaraan Indonesia (IKI) yang disampaikan melalui surat Nomor : 101/IKI/PG/VIII/2014 tanggal 07 Agustus 2014, terdapat 92.235 (sembilanpuluh duaribu duratus tigapuluhlima) pemukim yang tidak memiliki dokumen kependudukan sebagai warga negara Indonesia, tersebar di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Terakhir menurut IKI data tersebut, diasumsikan sudah mencapai 100.000 (seratus ribu) pemukim tanpa dokumen, yang memerlukan status kewarganegaraan RI. Berdasarkan data yang ada pada Direktorat Tata Negara, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, terdapat permohonan status kewarganegaraan dari orang-orang keturunan asing yang tidak jelas status kewarganegaraanya, dan tidak mempunyai dokumen, sebanyak 90 (sembilanpuluh) berkas permohonan, yang permohonannya diajukan melalui Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM, dan atas permohonan tersebut sampai saat ini belum ada penyelesaian. Penyelesaian permasalahan kewarganegaraan bagi pemukim keturunan asing, yang bertempat tinggal di Indonesia, sesungguhnya pernah diselesaikan melalui program kebijakan 100 (seratus) hari Menteri Hukum dan HAM RI pada tahun 2007-2012, oleh Tim Direktorat Tata Negara, dengan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI tentang Penegasan Status Kewarganegaraan Indonesia, sebanyak kurang lebih 3.400 (tigaribu empat ratus) orang telah diberikan penegasan status Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pemukim adalah orang yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 10 (sepuluh) tahun dan sudah turun temurun tanpa memiliki dokumen, umumnya terdiri dari keturunan asing atau pendatang. Mengingat program kebijakan telah berakhir, dan secara de fakto pemukim sesungguhnya adalah warga negara Indonesia yang memerlukan legislasi akan status kewarganegaraannya, maka diperlukan upaya penyelesaian bagi pemukim secara adil, bermartabat, dan dapat memberikan kepastian hukum.
Dari masukan yang disampaikan peserta dalam rapat koordinasi, masalah pemukim tanpa dokumen tinggal di Indonesia turun temurun, sebagai berikut :
- Tidak ada data akurat mengenai pemukim yang bertempat tinggal di Indonesia secara turun temurun;
- Tidak/belum adanya regulasi yang mengatur mengenai pemukim.
Upaya penyelesaian masalah:
- Berdasarkan hasil diskusi yang berkembang dalam rapat koordinasi, dapat dinyatakan bahwa data pemukim sebanyak 92.235 orang, sesungguhnya merupakan data yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri pada saat itu, yaitu Bapak Yogi S Memed (th.1998) oleh karena itu data tersebut sudah tidak valid. IKI sendiri memperkirakan saat ini data pemukim sebanyak 100.000 orang, dengan asumsi selama kurun waktu tersebut hingga saat ini jumlah pemukim mengalami perkembangan, dengan adanya perkawinan, kelahiran, kematian dari para pemukim. Menurut Menteri Hukum dan HAM (Prof. Dr. Yusril Izha Mahendra, SH) data pemukim mencapai 20.000 orang. Realitas data yang ada, pasca penegasan kewarganegaraan terdapat 91 berkas permohonan status kewarganegaraan, yang diajukan oleh pemukim melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI, dan saat ini belum ada penyelesaian atas permohonan tersebut. Tim sepakat mendorong pihak IKI untuk mengkonfirmasikan/verifikasi kebenaran data tersebut kepada Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan, Kementerian Dalam Negari.
- Keberadaaan warga negara telah diatur dalam perundang-undangan, seperti Undang-Undang No.23/2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No. 24/2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No23/2006 tentang Administrasi Kependudukan, Undang-Undang No.12/2006 tentang Kewarganegaraan RI. Dalam kenyataannya (de facto) pemukim adalah WNI, tetapi secara de jure pemukim masih memerlukan legislasi sebagai warga negara Indonesia, karena pemukim tidak memiliki dokumen administrasi kependudukan, sehingga pemukim dapat dikatakan sebagai WNI yang tersembunyi, mengingat munculnya pemukim sewaktu-waktu jika negara memerlukan misal PEMILU dsb nya.
Tim telah mengkaji beberapa regulasi yang diusulkan peserta rapat koordinasi, secara singkat sebagai berikut :
- Surat Keputusan Bersama Menteri, tidak relevan mengingat SKB pada prinsipnya mengatur mengenai hak/kewajiban dari Menteri yang menandatangani SKB, tidak berifat regulasi (mengatur) ;
- Undang-Undang, tidak relavan mengingat substasi yang akan diatur terbatas mengenai pemukim ;
- Peraturan Pemerintah, tidak relevan mengingat PP dibuat atas perintah Undang-Undang ;
- Peraturan Menteri, dianggap relevan, mengingat Menteri mempunyai kewenangan untuk menetapan hal-hal yang bersifat mengatur dan hal yang bersifat ketetapan kedalam ;
- Sedangkan mekanisme melalui penetapan pengadilan, dianggap memberatkan bagi pemukim, dan apabila didasarkan pada keterangan RT/RW untuk dapat ditegaskan status kewarganegaraanya, dianggap kurang valid.
Dari hasil rapat koordinasi peserta menyimpulkan:
- Untuk Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, agar menyiapkan/menyusun regulasi berupa Peraturan Menteri Hukum dan HAM yang mengatur tentang WNI tanpa dokumen ;
- Untuk Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan, Kementerian Dalam Negeri, agar dilaksanakan program pendaftaran pemukim, yang diikuti dengan penerbitan akta lahir.