
Jakarta – Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Cahyo R Muzhar menyampaikan materi saat Workshop Implementasi Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC) di gedung Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Cahyo menjadi pembicara dalam acara workshop tersebut dalam sesi materi perkembangan RUU Ekstradisi dan RUU Bantuan Hukum Timbal Balik serta implentasi UNCAC di Indonesia yang berlangsung 13-14 November 2023.
Dengan mengambil tema Tantangan dalam Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Pemulihan Aset, Cahyo menjelaskan Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLA), yang berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2006.
“MLA adalah permintaan bantuan berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Negara diminta,” ucapnya.
Cahyo menambahkan sejumlah issue mengenai penanganan Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana / Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLA) dan ekstradisi. Mutual Legal Assistance atau Bantuan Hukum Timbal Balik merupakan mekanisme pemberian bantuan hukum berdasarkan sebuah dasar hukum formal, dengan mengindikasikan bantuan hukum tersebut diberikan dengan harapan bahwa akan ada timbal balik bantuan dalam suatu kondisi tertentu.
“Pemerintah Indonesia sebagai Delegasi Indonesia menekankan pentingnya kerja sama internasional melalui Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLA) dan ekstradisi, yang akan semakin mengefektifkan dan meningkatkan kerja sama internasional melawan korupsi,” terangnya.
Cahyo juga menekankan kembali pentingnya memahami kompleksitas dan tantangan dalam melacak, menyita, dan merampas aset hasil tindak pidana. Terdapat kemungkinan adanya elemen yang beririsan antara proses pidana dan perdata dalam merampas aset.
Sebagai contoh dalam menangani kerugian negara yang timbul akibat penyalahgunaan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dan beberapa keberhasilan Indonesia yang telah menandatangani perjanjian MLA dengan beberapa negara seperti Swiss, ASEAN, Australia, Hong Kong, RRC, Korea Selatan, India, Vietnam, Uni Emirat Arab, Iran, dan Rusia.
"Indonesia menyerukan negara-negara anggota untuk menggunakan alternatif strategi yang tepat untuk menghadapi berbagai tantangan dalam merampas aset hasil tindak pidana." pungkasnya.