
Yogyakarta - Kegiatan Pameran dan Sosialisasi Layanan AHU terus dilaksanakan untuk memberikan informasi sebesar-besarnya kepada masyarakat. Kali ini Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) membuka layanan konsultasi terkait Apostille bagi mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Apostille merupakan pengesahan tanda tangan pejabat, pengesahan cap, dan atau segel resmi dalam suatu dokumen publik melalui pencocokan dengan spesimen melalui satu instansi, dimana salah satunya Kemenkumham selaku Competent Authority atau otoritas yang berwenang. Adapun dokumen yang dapat diajukan mencakup legalisasi 66 jenis dokumen publik yang menjadi standar dalam pengajuan visa dan pendaftaran pernikahan (perkawinan campuran), maupun persyaratan pendidikan dan pelatihan di luar negeri seperti ijazah dan transkip nilai, serta dokumen publik lainnya Apostille sering dibutuhkan oleh mahasiswa yang akan melanjutkan studinya keluar negeri.
Dokumen Apostille dapat langsung dipergunakan di 121 Negara Pihak Konvensi Apostille dan dapat mendukung lalu lintas dokumen publik antarnegara yang tergabung dalam konvensi Apostille.
Sosialisasi yang dilaksanakan di Yogyakarta ini juga sebagai bentuk dukungan dan partisipasi penuh Ditjen AHU terhadap pelaksanaan sosialisasi KUHP di kampus bertajuk Kumham Goes to Campus 2023.
Dalam acara yang dihadiri oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, saat memberikan keynote speech sekaligus membuka rangkaian kegiatan Kumham Goes to Campus 2023 Daerah Istimewa Yogyakarta, dirinya mengatakan bahwa mengatakan KUHP baru ini tidak dibuat dengan mengedepankan hukum pidana sebagai lex talionis atau sebagai sarana balas dendam.
“Apa maksudnya? Yang ada di benak kita semua, ketika kita berhadapan dengan hukum pidana, ketika kita berhadapan dengan masalah hukum, katakanlah mungkin barang kita dicuri, kita ditipu, atau barang kita digelapkan, maka biasanya yang ada di dalam benak korban kejahatan, agar pelakunya segera ditangkap, ditahan, dan dihukum seberat-beratnya,” kata pria yang akrab disapa Eddy ini.
Eddy menyatakan, jika kita masih memiliki mindset seperti itu, artinya kita masih mengedepankan dan mempergunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam (lex talionis).
“Padahal orientasi hukum pidana tidak lagi sebagai sarana balas dendam. Jadi perubahan mindset kita, dan perubahan mindset APH ini adalah tantangan terbesar (dalam menyosialisasikan KUHP baru),” ujarnya di Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jumat (10/03/2023) pagi.
Sosialisasi KUHP ini, kata Eddy, akan dilakukan sosialisasi utamanya kepada APH agar ada kesamaan parameter, kesamaan standar, kesamaan ukuran, dalam menerjemahkan, dalam menafsirkan pasal demi pasal yang ada di dalam KUHP.
“Ini semata-mata untuk mencegah jangan sampai terjadi disparitas penegakan hukum antara satu daerah dengan daerah yang lain, antara satu penegak hukum dengan penegak hukum yang lain,” ucap Eddy.